Perkembangan teknologi yang memudahkan dilakukannya transaksi antara para pihak tanpa keperluan untuk saling bertemu secara fisik. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi yang didampingi perlindungan yang diberikan oleh hukum yang mengatur mengenai transaksi. Secara konsep, transaksi jual-beli elektronik dan transaksi jual-beli konvensional memiliki persyaratan yang sama yaitu dilakukan antara paling sedikit terdapat dua pihak, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, Pasal 1320 KUH Perdata, dan Pasal 1473 KUH Perdata. Pada nyatanya banyak dikalangan siswa SMA yang melakukan transaksi dengan pembayaran menggunakan dompet digital dan membuat kesepakatan hukum ini diacuhkan demi terjualnya produk yang dijual. Para penyelenggara sistem elektronik (dompet digital atau platform pasar digital) tidak terlalu mempedulikan persyaratan hukum yang dimintakan atau diamanatkan oleh undang-undang.Permasalahan timbul pada saat transaksi jual-beli yang dilakukan secara elektronik terjadi, terutama transaksi yang dilakukan oleh para siswa SMP. Terdapatnya persyaratan yang tidak terpenuhi oleh para pembeli yang didasarkan persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang mengenai kecakapan hukum. Menggunakan sistem pembayaran non-tunai, yaitu cicilan, paylater, atau kartu kredit menimbulkan suatu perikatan antara siswa dengan lembaga/pihak yang meminjamkan uang di mana remaja tersebut memiliki kewajiban untuk melunaskan seluruh uang yang jumlahnya setara dengan harga dari barang yang ia beli. Akan lebih merugikan lagi ketika ia telat bayar dan dikenakan denda atau beban biaya tambahan. Oleh karena itu, seorang siswa kurang mendapatkan pengedukasian terkait pemakaian alat-alat pembayaran tersebut maka dapat menimbulkan masalah dalam ranah hukum di kemudian hari.