Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Wanprestasi dan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia; Best Pratice Executie Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 Kharie, Maharani Magfira; Alting, Husen; Suwarti, Suwarti
Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development Vol. 8 No. 1 (2025): Ranah Research : Journal Of Multidisciplinary Research and Development
Publisher : Dinasti Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/rrj.v8i1.1933

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan praktik terbaik (best practice executie) terhadap depositor yang melakukan wanprestasi melalui mekanisme eksekusi garansi kebendaan dengan objek garansi fidusia, serta menganalisis akibat hukum dari Putusan Hakim KonstitusiNomor 18/puu-XVII/2019 jucto Putusan Hakim KonstitusiNomor 2/PUU-XIX/2021 mengenai perumusan klausula dalam perjanjian fidusia, eksekusi garansi fidusia, dan penentuan wanprestasi. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yang berarti bahwa ia berkonsentrasi pada pengumpulan dan analisis hukum positif. Ini mencakup asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, doktrin, dan teori hukum yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan best practice executie terhadap depositor wanprestasi melalui eksekusi garansi fidusia mengalami perbedaan pengaturan antara sebelum dan sesudah keputusan Mahkamah Konstitusi. Pelaksanaan eksekusi garansi sebelum Putusan Hakim KonstitusiNomor 18/PUU-XVII/2019 juncto Putusan Hakim KonstitusiNomor 2/PUU-XIX/2021 fidusia didasarkan pada Pasal 29 Undang-Undang Garansi Fidusia (UUJF), yang memperbolehkan eksekusi dilakukan melalui tiga cara, yaitu: (1) eksekusi berdasarkan titel eksekutorial, (2) parate executie melalui penawaran publik, dan (3) pembelian di bawah tangan. Namun, setelah Putusan Hakim KonstitusiNomor 18/PUU-XVII/2019, eksekusi garansi fidusia mengalami perubahan besar. Proses eksekusi harus dilakukan melalui permohonan ke Pengadilan Negeri jika depositor menolak atau tidak bersedia menyerahkan garansi secara sukarela. Selanjutnya, berdasarkan Putusan Hakim KonstitusiNomor 2/PUU-XIX/2021, pelaksanaan eksekusi garansi fidusia melalui Pengadilan Negeri oleh kreditur sebagaimana diatur dalam Putusan MK sebelumnya bersifat alternatif, bukan keharusan mutlak. Implikasi hukum dari kedua putusan tersebut menimbulkan pergeseran terhadap norma hukum yang berlaku, khususnya terkait: (1) mekanisme penentuan wanprestasi yang kini harus didasarkan pada kesepakatan antara kreditur dan depositor atau melalui putusan/penetapan lembaga peradilan; (2) perubahan prosedur dan hakikat parate executie sebagai hak istimewa kreditur yang sebelumnya menjadi ciri khas garansi kebendaan dengan asas kemudahan dan kepastian eksekusi; serta (3) perlunya penyesuaian terhadap perumusan klausula dalam perjanjian fidusia agar sesuai dengan prinsip dan arah hukum baru pasca putusan Hakim Konstitusitersebut.