Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola transaksi jual beli masyarakat Indonesia dari sistem konvensional menjadi sistem daring melalui berbagai platform seperti marketplace, media sosial, dan aplikasi pesan instan. Fenomena ini memunculkan berbagai permasalahan hukum, salah satunya terkait dengan ketidaksesuaian barang yang diterima konsumen dengan spesifikasi yang dijanjikan penjual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep cacat tersembunyi (hidden defects) dalam perjanjian jual beli berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), serta mengkaji apakah ketidaksesuaian spesifikasi barang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran unsur-unsur perjanjian kontrak dalam transaksi jual beli online. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan analitis, serta memanfaatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsep cacat tersembunyi sebagaimana diatur dalam Pasal 1504 KUHPerdata mencakup kondisi barang yang memiliki kekurangan atau ketidaksempurnaan yang tidak diketahui pembeli secara wajar, dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pembeli. Ketidaksesuaian kondisi barang termasuk dalam kategori cacat tersembunyi dan dapat dianggap sebagai bentuk wanprestasi karena melanggar unsur essensialia dari kontrak, yakni objek perjanjian. Dengan demikian, penjual memiliki tanggung jawab hukum untuk memberikan barang sesuai perjanjian dan menanggung akibat hukum apabila terbukti lalai. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penguatan perlindungan hukum konsumen serta menegaskan pentingnya prinsip kejujuran dan itikad baik dalam setiap transaksi elektronik.