Panggabean, Dwi Eka Sartika
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Cultural Commodification and Identity Negotiation in Traditional Tortor Performances at Batak Simalungun Wedding Ceremonies in Parapat Purba, Asri Tijawati; Natsir, Muhammad; Simatupang, Elza Febriani; Simanjuntak, Shinta Bella; Panggabean, Dwi Eka Sartika
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 3 (2025): Desember
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pariwisata budaya telah menjadi arena krusial bagi rekonstruksi identitas lokal, di mana praktik-praktik tradisional semakin dikomodifikasi dalam kerangka ekonomi pariwisata. Penelitian ini mengeksplorasi proses komodifikasi budaya dan negosiasi identitas dalam pertunjukan tari Tortor pada upacara pernikahan Batak Simalungun di Parapat, Sumatera Utara. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis-naratif, penelitian ini melibatkan dua belas partisipan yang terdiri dari penari Tortor, tokoh budaya, penyelenggara pernikahan, dan praktisi pariwisata. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan analisis dokumen, serta dianalisis menggunakan analisis tematik refleksif Braun dan Clarke (2019). Temuan penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan Tortor telah mengalami transformasi dari sebuah ritual sakral menjadi pertunjukan budaya hibrida yang sekaligus mewujudkan fungsi estetika dan ekonomi. Tiga tema utama muncul: (1) transformasi makna ritual dan kesakralan, (2) negosiasi identitas budaya antara tradisi dan pariwisata, dan (3) perlawanan simbolis dan strategi pelestarian budaya. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa komodifikasi tidak serta merta mengikis keaslian; sebaliknya, ia memungkinkan masyarakat lokal untuk menafsirkan ulang dan mempertahankan tradisi mereka dalam konteks modern. Tortor dengan demikian menjadi ruang performatif tempat nilai-nilai budaya diartikulasikan ulang melalui interaksi antara aktor lokal dan khalayak global. Secara teoretis, kajian ini memperluas pemahaman tentang komodifikasi budaya dengan mengintegrasikan perspektif performativitas, keaslian yang dinegosiasikan, dan keberlanjutan budaya yang berpusat pada agensi. Secara praktis, kajian ini menyoroti perlunya pengelolaan pariwisata budaya partisipatif yang menempatkan masyarakat Simalungun di pusat pengambilan keputusan. Pada akhirnya, Tortor bukanlah peninggalan yang dikomodifikasi, melainkan warisan hidup yang terus menari antara kesakralan dan modernitas, antara identitas dan adaptasi, dalam ritme pariwisata budaya yang terus berkembang di Sumatera Utara.