Ali Sukri
Program Studi Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KOREOGRAFI TONGGAK RASO BERBASIS SILEK Sukri, Ali
Garak Jo Garik : Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 13, No 2 (2017): Garak Jo Garik
Publisher : Garak Jo Garik : Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1174.32 KB)

Abstract

“TONGGAK RASO”, secara visual pada dasarnya merupakan konsep garapan untuk menghadirkan gerak dalam diri penari yang didasari pada kesadaran ruang dan waktu. Ruang dalam tubuh akan diolah secara maksimal, meskipun pada akhirnya ruang yang diolah juga menentukan waktu itu sendiri. Ruang fisik dipilih untuk mendukung ruang imajinatif yang akan dihadirkan. Budaya silek yaitu; silek tuo, silek kumango dan silek luambek untuk mengaktualisaikan ide dan gagasan melekat didalam koreografi Tonggak Raso. Elemen yang terkait dengan garapan menggunakan kaca timbal balik yang diberi bingkai sekaligus menjadi properti dalam garapan. Metode yang digunakan dalam pelahiran karya ini diantaranya, observasi, pengolahan data, studi pustaka, pemilihan pendukung karya, eksplorasi, penataan gerak, improvisasi, dan evaluasi. Koreografi ini memiliki tiga bagian, bagian pertama menggambarkan musyawarah untuk mencapai satu tujuan. Bagian kedua menggambarkan kekuatan untuk bertahan, dan bagian ketiga bagaimana penari mampu berkolaborasi untuk bertahan dengan memadukan gerak tradisi berbasis silek dan gerak-gerak tari modern.“TONGGAK RASO”, visually is a basic concept of cultivation to present the motion in the dancer based on the awareness of space and time. The space in the body will be processed optimally, although in the end the treated space also determines the time itself. Physical space is chosen to support the imaginative space that will be presented. Silek culture namely as; silek tuo, silek kumango and silek ulu ambek are used to actualize ideas inherent in Tonggak Raso choreography. The elements associated with this work is a reciprocal glass which is used and then framed, as a property in this artwork. The methods used in the delivery of this work include observation, data processing, literature study, selection of supporting works, exploration, structuring motion, improvisation, and evaluation. This choreography has three parts, the first part describes a discussion to achieve goal. The second part describes the strength to defend, and the third part is about collaborating, to survive, by combining traditional movements based on silek and the motion of modern dance.
Menjilid Sitaralak: Konsep Garap Penciptaan Tari dari Memori Silek Pak Guru Ali Sukri; Nanik Sri Prihatini; Eko Supriyanto; Silvister Pamardi
PANGGUNG Vol 32, No 2 (2022): Ragam Fenomena Budaya dan Konsep Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.441 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v32i2.2053

Abstract

Aktifitas silat, selain sebagai praktik untuk meningkatkan ketahanan fisik, juga menjadi bekal ketika menghadapi betapa kerasnya dunia terutama ketika berada di rantau. Hal ini bisa dilihat pada masyarakat Minangkabau zaman dahulu yang menganggap bahwa silat ibarat sebuah pakaian atau identitas diri yang wajib dibawa ke manapun pergi. Penciptaan karya ini mengarah pada pendekatan istilah tradisional Minangkabau, yaitu Kiek Kieh. Istilah Kiek Kieh terdiri atas dua kata yaitu kiek dan kieh. Kiek adalah ‘cara’ atau ‘metode’, atau bisa juga disebut ‘kiat’, sedangkan Kieh bisa diartikan ‘kias’ atau ‘umpama’. Pengertian bahasa kias (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Karya menjilid sitaralak ini lahir dalam rangka melihat perkembangan pembelajaran silat di Minangkabau yang pada saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Untuk itu, perlu ada karya seni yang memperlihatkan bahwa silat masih menjadi wilayah yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.Kata kunci: Silek, tari, kiek-kieh, menjilid sitaralak
PENGEMBANGAN TARI PODANG PERISAI DARI TRADISI MENJADI MODERN DI KUANTAN SINGINGI RIAU Ali Sukri
PROSIDING: SENI, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT No 2 (2017): Seni, Teknologi, dan Masyarakat #2
Publisher : LP2MP3M, INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper is the result of research on the development of Dance Podang Perisai from tradition to be modern both textually and contextually. Textually Dance Podang Perisai is related to dance composition including motion, dancers, musical, accompaniment, costum, makeup and dloor pattern, created by traditional artists who have not had any knowledge about choreography so Dance Podang Perisai is very simple according to requirement at that time. Dance Podang Perisai has seven different motions of starting motion, sosor, paliang, rantak sabolah, rantak duo bolah, kuak ilalang and lantiang pauah. From a contextual point of view, Dance Podang Perisai is analyzed about the values of past struggles that must be maintained so as not to simply disappear with the presence of increasingly sophisticated technology that makes the tradition’s values more neglected. Development of research based Dance Podang Perisai with method R & D (Research and Development). The research begins in the Dance of Podang Perisai tradition and is developed into a modern dance.
Garapan Tari “Akegh Cahayegh”: Representasi Budaya Ritual Pengobatan Tolak Bala Suku Talang Mamak, Desa Gedabu Suvina Suvina; Martion Martion; Ali Sukri
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 3, No 2 (2020): November 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1175.275 KB) | DOI: 10.24821/dtr.v3i2.4421

Abstract

The Creation of "Akegh Cahayegh" Dance: The Culture Representation of Medicinal Ritual on Calamity Reversal of Talang Mamak Tribe, Gedabu Village. The Talang Mamak tribe is a group of people included in the KAT category (Remote Indigenous Community), which is another name for the Tribe of Anak Dalam. The Talang Mamak tribe belongs to the Proto Melayu group. The Talang Mamak tribe's life inspires this source of work in the neighborhood where the workmen live. The craftsmen were very interested in the Mahligai treatment (Tolak Bala), which was located in the inland tribal area of Talang Mamak, Gedabu village in Rakit Kulim sub-district—inspired to work on this culture to survive in today's life. The craftsmen certainly feel proud when this culture is preserved and displayed with new cultivation (innovation) without leaving the medicinal ritual's distinctive features. This work was worked on with the results of the interpretation and imagination of the writer. The values contained in this work are the values of loyalty, obedience, and togetherness. The implicit message conveyed is that the development and change of time is not a barrier for the inland tribe of Talang Mamak, Gedabu village to carry out rituals and preserves ceremony, namely the treatment of Mahligai Tolak Bala as a ritual of cleaning the village.Keywords: preserving culture; obeying; togetherness
Menjilid Sitaralak: Konsep Garap Penciptaan Tari dari Memori Silek Pak Guru Ali Sukri; Nanik Sri Prihatini; Eko Supriyanto; Silvister Pamardi
PANGGUNG Vol 32 No 2 (2022): Ragam Fenomena Budaya dan Konsep Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v32i2.2053

Abstract

Aktifitas silat, selain sebagai praktik untuk meningkatkan ketahanan fisik, juga menjadi bekal ketika menghadapi betapa kerasnya dunia terutama ketika berada di rantau. Hal ini bisa dilihat pada masyarakat Minangkabau zaman dahulu yang menganggap bahwa silat ibarat sebuah pakaian atau identitas diri yang wajib dibawa ke manapun pergi. Penciptaan karya ini mengarah pada pendekatan istilah tradisional Minangkabau, yaitu Kiek Kieh. Istilah Kiek Kieh terdiri atas dua kata yaitu kiek dan kieh. Kiek adalah ‘cara’ atau ‘metode’, atau bisa juga disebut ‘kiat’, sedangkan Kieh bisa diartikan ‘kias’ atau ‘umpama’. Pengertian bahasa kias (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Karya menjilid sitaralak ini lahir dalam rangka melihat perkembangan pembelajaran silat di Minangkabau yang pada saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Untuk itu, perlu ada karya seni yang memperlihatkan bahwa silat masih menjadi wilayah yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.Kata kunci: Silek, tari, kiek-kieh, menjilid sitaralak