Perkembangan teknologi digital yang pesat telah mendorong perubahan besar dalam cara masyarakat mengakses dan mendistribusikan karya sinematografi di berbagai platform media sosial. Namun, kemudahan ini juga membuka peluang terjadinya pelanggaran hak cipta, terutama atas cuplikan film yang diunggah, dibagikan ulang, atau dimodifikasi tanpa izin dari pemegang hak cipta. Fenomena tersebut menimbulkan permasalahan hukum yang serius karena melanggar hak ekonomi dan moral pencipta serta melemahkan sistem perlindungan karya intelektual di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, menelaah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penegakan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Gorontalo harus meliputi tiga aspek utama: preventif, represif, dan kolaboratif. Pendekatan preventif melalui edukasi hukum masyarakat dan literasi digital diperlukan untuk meningkatkan kesadaran hukum publik. Pendekatan represif menuntut koordinasi antaraparat penegak hukum guna memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran. Sementara pendekatan kolaboratif menekankan sinergi pemerintah dengan platform digital dalam penanganan konten melanggar hak cipta. Dengan strategi yang terarah dan adaptif terhadap perkembangan teknologi, diharapkan penegakan hukum hak cipta dapat berjalan efektif, adil, dan mampu melindungi ekosistem perfilman nasional di era media sosial.