Perkembangan teknologi digital membawa peluang besar sekaligus tantangan serius dalam penerapan ekonomi syariah, khususnya di wilayah pedesaan. Artikel ini membahas implementasi hukum cyber dalam transaksi ekonomi syariah di Desa Plumbon melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Tujuan utama program Pengabdian adalah meningkatkan literasi hukum digital masyarakat, memberikan sosialisasi regulasi hukum positif dan fatwa syariah, serta mendampingi masyarakat dalam mencegah praktik transaksi ilegal berbasis digital. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan model Participatory Action Research (PAR), melalui tahapan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hasil dari evaluasi Pengabdian menunjukkan bahwa literasi hukum digital masyarakat Desa Plumbon sebelum kegiatan masih rendah; 68% responden belum mengenal UU ITE dan 74% tidak memahami regulasi syariah seperti fatwa DSN-MUI maupun peran BASYARNAS. Setelah kegiatan sosialisasi dan pendampingan, pemahaman masyarakat meningkat signifikan: 72% mampu membedakan produk keuangan syariah legal dan ilegal, 76% mengetahui regulasi hukum positif, dan 71% memahami peran lembaga syariah. Temuan ini menegaskan bahwa pendekatan partisipatif efektif meningkatkan kesadaran hukum digital syariah. Lebih jauh, pengabdian ini menekankan pentingnya integrasi hukum positif dan hukum syariah sebagai kerangka komprehensif untuk menjaga keadilan, keamanan, serta keberlanjutan ekosistem ekonomi syariah digital. Implikasi hasil penelitian tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat desa, tetapi juga dapat menjadi rujukan bagi pemerintah, regulator, dan akademisi dalam memperkuat literasi hukum di era transformasi digital. The application of Islamic economics, especially in rural areas. This article discusses the implementation of cyber law in Islamic economic transactions in Plumbon Village through Community Service (PkM) activities. The main objectives of this study are to improve the community's digital law literacy, provide information on positive legal regulations and Islamic fatwas, and assist the community in preventing illegal digital-based transactions. The method used was a descriptive qualitative approach with a Participatory Action Research (PAR) model, through the stages of preparation, implementation, and evaluation. The results of the study showed that the digital legal literacy of the Plumbon Village community before the activity was still low; 68% of respondents were not familiar with the ITE Law and 74% did not understand sharia regulations such as the DSN-MUI fatwa or the role of BASYARNAS. After the socialization and assistance activities, the community's understanding increased significantly: 72% were able to distinguish between legal and illegal sharia financial products, 76% were aware of positive legal regulations, and 71% understood the role of sharia institutions. These findings confirm that a participatory approach is effective in increasing awareness of digital sharia law. Furthermore, this study emphasizes the importance of integrating positive law and sharia law as a comprehensive framework for maintaining justice, security, and the sustainability of the digital sharia economic ecosystem.