Penelitian ini fokus pada kajian yuridis terhadap penerapan Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang berlaku efektif pada 2 Januari 2026 mengenai tindak pidana seks bebas di kalangan remaja, khususnya terkait mekanisme delik aduan absolut, implikasi sosial yang ditimbulkan, serta urgensi pendekatan restoratif dan edukatif dalam penegakan hukum bagi remaja pelaku seks bebas. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan sosiologis terbatas. Sumber data yang digunakan meliputi bahan hukum primer seperti UU No. 1 Tahun 2023, bahan hukum sekunder dari literatur hukum dan artikel ilmiah, serta bahan hukum tersier seperti kamus hukum. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, sedangkan teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pasal 411 dan 412 KUHP baru mengkategorikan perzinaan dan kohabitasi sebagai tindak pidana yang bersifat delik aduan absolut, artinya proses hukum hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak tertentu seperti suami, istri, orang tua, atau anak. Meskipun bertujuan untuk menjaga moralitas publik, ketentuan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama karena menyangkut ranah privat yang sebelumnya tidak diatur dalam hukum pidana nasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan Pasal 411 dan 412 memiliki dasar konstitusional yang kuat, namun penerapannya perlu memperhatikan aspek keadilan restoratif dan edukatif, khususnya terhadap pelaku yang masih berusia remaja. Perlu adanya peran aktif dari orang tua, pendidik, dan lingkungan sosial dalam membentuk karakter remaja yang bermoral dan menjauhkan mereka dari perilaku menyimpang. Di samping itu, pendekatan hukum yang digunakan terhadap pelaku remaja sebaiknya lebih mengedepankan pembinaan dan rehabilitasi daripada penghukuman semata.