Penerapan struktur naratif Kishotenketsu dalam penyusunan naskah menjadi pendekatan penceritaan yang krusial dalam produksi film dokumenter, terutama untuk menyampaikan isu sosial kompleks seperti kesenjangan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas secara informatif dan transformatif. Gaya penceritaan ini menekankan pada pembangunan dunia tanpa konflik, pengembangan narasi melalui titik balik (twist), serta resolusi yang empatik guna menciptakan sebuah narasi yang menggugah dan mudah dipahami. Dalam film dokumenter, struktur Kishotenketsu bukan hanya berfungsi sebagai alur cerita, tetapi juga sebagai strategi komunikasi efektif untuk membangun empati dan mengubah perspektif audiens. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan penerapan empat babak (Ki, Sho, Ten, dan Ketsu) dalam penyusunan naskah film dokumenter “Bandung Tanpa Batas”. Penciptaan karya ini mengacu pada teori struktur Kishotenketsu (McIntosh, 2023), konsep penceritaan dokumenter (Friedman et al., 2015), serta riset mengenai aksesibilitas di Bandung (Dawud et al., 2019). Metode penciptaan karya meliputi tahapan pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Hasil karya menunjukkan bahwa babak Ki dan Sho berhasil membangun fondasi cerita dan narasi harapan secara terkendali. Sementara itu, babak Ten dan Ketsu mampu menghadirkan titik balik yang meruntuhkan asumsi audiens dan memberikan resolusi yang empatik untuk memperkuat keterikatan emosional terhadap pesan yang disampaikan. Pendekatan naratif tersebut menjadikan penceritaan isu sosial seperti aksesibilitas lebih berdampak dan menggugah, serta memperkuat film dokumenter sebagai bentuk advokasi yang efektif dan relevan secara sosial.