Perkawinan anak merupakan salah satu permasalahan multidimensi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia, kesehatan reproduksi, pendidikan, serta perlindungan anak di Indonesia. Meskipun telah terjadi perubahan regulasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menaikkan batas usia minimal perkawinan, praktik perkawinan anak masih kerap terjadi akibat faktor sosial, budaya, ekonomi, dan lemahnya penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) sebagai kerangka kebijakan pemerintah, mengevaluasi pelaksanaan penegakan hukum di tingkat pusat dan daerah, serta menilai dampak penerapannya terhadap penurunan angka perkawinan anak. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan sosiologis untuk menganalisis efektivitas regulasi serta kondisi empiris di masyarakat. Hasil kajian menunjukkan bahwa Stranas PPA memiliki peran strategis melalui tiga pilar utama: (1) pemberdayaan anak dan keluarga, (2) penguatan layanan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, dan (3) penguatan kerangka regulasi serta koordinasi lintas sektor. Namun demikian, implementasi di lapangan masih menghadapi kendala berupa disparitas pemahaman budaya, akses pendidikan yang belum merata, dan inkonsistensi aparat dalam menerapkan aturan pencegahan dispensasi kawin. Dampaknya, meskipun terdapat tren penurunan angka perkawinan anak di beberapa wilayah, efektivitasnya belum optimal secara nasional. Penelitian ini merekomendasikan penguatan penegakan hukum yang lebih tegas, peningkatan edukasi publik, integrasi data antar-instansi, serta perluasan program pemberdayaan ekonomi keluarga agar pencegahan perkawinan anak dapat berjalan lebih komprehensif dan berkelanjutan.