Perkembangan teknologi pada era digital ini telah membuka peluang besar bagi pelaku usaha di bidang kesehatan dan kecantikan untuk memasarkan produknya secara lebih luas, cepat, dan efektif. Melalui media sosial, marketplace, dan platform digital lainnya, strategi promosi menjadi semakin variatif dan agresif. Namun, kemajuan ini juga disertai dengan munculnya praktik-praktik promosi yang tidak etis seperti overclaim (klaim berlebihan) dan penggunaan testimoni palsu, yang dapat mengarah pada bentuk penipuan (tadlīs) dan ketidakjelasan informasi (gharar) dalam transaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kejahatan promosi digital dalam sektor kesehatan dan kecantikan, serta menganalisisnya dari perspektif ekonomi syariah. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada pelaku usaha, konsumen, dan pakar ekonomi syariah, serta didukung oleh studi pustaka yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik promosi yang menyesatkan tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi dan psikologis, tetapi juga menyalahi prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Nilai-nilai seperti kejujuran (ṣidq), kejelasan informasi (bayān), dan tanggung jawab (amānah) harus dijadikan dasar dalam setiap kegiatan promosi. Oleh karena itu, dibutuhkan peran aktif dari lembaga keagamaan, pemerintah, dan akademisi dalam melakukan edukasi, pengawasan, serta pembinaan terhadap pelaku usaha dan influencer agar praktik promosi dapat berjalan secara etis, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai syariah. Abstract. The advancement of digital technology has opened significant opportunities for entrepreneurs in the health and beauty sectors to market their products more broadly, quickly, and effectively. Through social media, online marketplaces, and other digital platforms, promotional strategies have become increasingly varied and aggressive. However, this progress is also accompanied by the emergence of unethical promotional practices such as overclaiming and the use of fake testimonials, which may lead to fraud (tadlīs) and information ambiguity (gharar) in transactions. This study aims to identify various forms of digital promotional misconduct in the health and beauty industry and analyze them from the perspective of Islamic economics. A descriptive qualitative method was used, involving in-depth interviews with business actors, consumers, and Islamic economics experts, supported by relevant literature studies. The results show that misleading promotional practices not only harm consumers economically and psychologically but also violate the fundamental principles of Islamic economics. Values such as honesty (ṣidq), clarity of information (bayān), and trustworthiness (amānah) must serve as the foundation for all marketing activities. Therefore, active roles from religious institutions, government bodies, and academics are needed to provide education, supervision, and guidance for business actors and influencers so that product promotion can be conducted ethically, transparently, and in accordance with Islamic values.