Pengangguran terbuka merupakan salah satu indikator utama ketidakseimbangan pasar tenaga kerja yang dapat berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Meskipun pendidikan dan tingkat kesejahteraan ekonomi sering kali dianggap sebagai kunci utama dalam meningkatkan kualitas dan serapan tenaga kerja, efektivitasnya masih menjadi perdebatan, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persentase penduduk usia 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas dan pengeluaran per kapita terhadap tingkat pengangguran terbuka di 38 provinsi di Indonesia pada tahun 2024. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode regresi linier berganda, serta pengujian asumsi klasik untuk memastikan kelayakan model statistik. Data sekunder diperoleh dari publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan secara statistik terhadap tingkat pengangguran terbuka, baik secara parsial maupun simultan. Nilai koefisien determinasi (R²) yang rendah sebesar 0,0289 menunjukkan bahwa pendidikan dan pengeluaran per kapita hanya mampu menjelaskan sekitar 2,89% variasi tingkat pengangguran terbuka antarprovinsi. Visualisasi melalui scatter plot dan analisis residual juga mendukung temuan tersebut. Hasil ini mengindikasikan bahwa pendidikan formal dan indikator kesejahteraan ekonomi saja belum cukup untuk menjelaskan kompleksitas masalah pengangguran di Indonesia. Diperlukan pendekatan multidimensional yang mempertimbangkan faktor struktural seperti jenis industri dominan, mobilitas tenaga kerja, serta efektivitas kebijakan ketenagakerjaan daerah.