Ajaran tentang “jagad cilik jagad gedhe” merupakan salah satu kearifan lokal yang ada dalam budaya Jawa. Menurut nenek moyang suku Jawa, harmonisasi seharusnya ada di kedua jagad itu. Keduanya saling berkaitan. “Kalau dalam jagad cilik terjadi sesuatu yang tidak beres, bisa tidak beres pula jagad gedhe”. (Ekopriyono, 2005:7). Penelitian ini bertujuan menolak hegemoni teori-teori Barat dalam pembangunan dunia yang terbukti tidak mengarahkan dunia pada pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Tulisan ini memaparkan bagaimana kearifan lokal timur “jagad cilik-jagad gedhe” terbukti merupakan doktrin bagi pembangunan berkelanjutan di masa lampau. Sebaliknya pelanggaran terhadap kearifan lokal “jagad cilik–jagad gedhe” membawa bencana pada kehidupan manusia di masa kini. Dengan keterbatasan literatur yang ada tentang komunikasi pembangunan dengan perspektif timur, maka tulisan ini menggunakan kearifan lokal itu sendiri sebagai “teori” yang seharusnya digunakan dalam komunikasi pembangunan. Metode yang digunakan adalah studi kasus, dengan desain multi kasus holistik, yaitu sebuah studi kasus yang mencakup berbagai kasus pembangunan padaAvant Garde | Jurnal Ilmu Komunikasi VOL 3 NO.2 Desember 2015 | 147unit analisis tunggal yaitu negara Indonesia. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa: Penyimpangan kearifan lokal “jagad cilik jagad gedhe” terbukti tidak menunjukkan hasil pembangunan yang signifikan dan tidak menjamin pembangunan berkelanjutan. Sedangkan strategi Pembangunan yang berpedoman pada kearifan lokal “jagad cilik-jagad gedhe” terbukti membawa kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan harmonisasi jagad cilik jagad gedhe merupakan strategi komunikasi dan teori, yang terbukti sahih dalam mendukung kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian kearifan lokal “jagad cilik–jagad gedhe” dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Copyrights © 2015