Pesatnya perkembangan ekonomi di Jakarta diiringi dengan kebutuhan bangunan perkantoran dan hunian, tetapi terbatasnya lahan,dan harga tanah yang sangat tinggi di wilayah Jakarta maka pembangunan secara vertikal adalah solusi terbaik untuk saat sekarang.Seiring dengan dibangunnya gedung kantor dan bangunan hunian dibutuhkan juga lahan parkir yang cukup,untuk itu dibangun basement yang umumnya digunakan sebagai tempat parkir. Faktor yang menentukan dalam pelaksanaan basement adalah metode konstruksinya.Metode konstruksi merupakan proses yang digunakan untuk membuat pelaksanaan proyek menjadi lebih tepat. Metode konstruksi yang digunakan pada setiap proyek bisa berbeda karena ditentukan oleh keadaan sekitar proyek yang berkaitan, misalnya luas ruang bebas, akses menuju lokasi, dan lingkungan sekitar proyek. Tugas akhir ini adalah membandingkan metode konstruksi bottom-up dan top-down pekerjaan basement dari segi biaya dan waktu. Proyek yang djadikan objek penelitian adalah Pembangunan proyek Indonesia satu dengan luasan tanah 2 Ha akan dibuat 2 tower dengan 68 lapis lantai terdiri dari 7 lapis basement dengan kedalaman sekitar ±30 meter dari muka tanah existing dan 60 lapis atas dengan ketinggian sekitar 300 meter dari permukaan tanah asli.Metode yang dapat diterapkan yaitu metode top-down. Pada metode ini pekerjaan basement dimulai dari basement yang teratas dan dilanjutkan lapis demi lapis sampai kedalaman basement yang diinginkan yang bersamaan dengan pekerjaan galian basement.. metode ini dipilih karena di sekeling area proyek berbatasan dengan sungai dibelakang , gedung yang mempunyai basement yaitu Plaza Indonesia dan kedutaan jepangdi sisi kiri , serta bagian depan adalah jalan M Thamrin yang saat ini ada pekerjaan MRT dan disebelah kanan berbatasan dengan tanah PT sinarmas dan Lippo, jadi pilihan metode Top Down adalah pilihan tepat pada pelaksanaan pekrjaan proyek ini karena metode konvensional atau bottom up tidak dimungkinkan karena dengan diaphragm wall. dengan tebal 100 cm tidak dimungkinkan berdiri free standing dengan kedalaman ±30 m untuk pekerjaan open cut,karena kita tidak dapat melaksanakan pekerjaan ground anchor untuk membantu menahan tanah sekeliling dikarenakan adanya bangunan dan sungai yang berada disekelilingnya yang jarak dari diafragma wall terlalu dekat dengan bangunan disekitarnya dengan dipilihnya metode Top Down pihak owner akan mengeluarkan biaya extra dan waktu extra pa`da waktu pekerjaan Pondasi borepile karena kita ada pekerjaan King Post. Dengan analisa perbandingan metode bottom-up dan top-down didapatkan hasil, metode bottom-up membutuhkan waktu pelaksanaan selama 772 hari dengan biaya sebesar Rp 774,144,559,687,- dan metode top-down membutuhkan waktu pelaksanaan selama hari 652 dengan biaya sebesar Rp 810,071,668,687,-
Copyrights © 2019