Kaca termasuk jenis material yang getas. Sebagai material yang getas, sifat ketermesinan (machinability) kaca sangat rendah karena nilai fracture toughness-nya yang rendah. Kekuatan fracture (fracture strength) kaca lebih rendah dari kekuatan luluhnya (yield strength). Ketika kaca diberi beban tarik atau tekuk pada suhu kamar, maka kaca akan hancur sebelum terjadi deformasi plastis. Itu sebabnya maka proses pemesinan jarang diterapkan pada kaca. Permasalahan utama proses pemesinan material getas seperti kaca adalah proses pembentukan geram dapat menimbulkan kerusakan yang cukup parah di permukaan dan di bawah permukaan (subsurface). Kerusakan seperti ini jelas menurunkan kualitas hasil proses pemesinan. Untuk menghasilkan permukaan yang halus pada material getas, adalah sangat penting jika material getas dilakukan proses pemesinan dalam kondisi ulet (ductile cutting mode). Untuk itu maka serangkaian eksperimen proses pemesinan bubut pada kaca telah dilakukan untuk mencari parameter optimum dari proses pemesinan kaca. Selain itu juga diteliti umur pahat yang digunakan dan proses pendinginan apa yang mampu untuk memperpanjang umur pahat. Sehingga nantinya akan berdampak pada nilai ekonomi proses pemesinan kaca jika nanti dapat diterapkan di masyarakat. Dari hasil yang didapatkan ternyata proses bubut pada kaca dapat dilakukan. Kondisi permukaan paling baik didapatkan ketika proses bubut dilakukan pada radius nose 5 mm, depth of cut 0,5 mm, feed rate 0,045 mm/rev, kecepatan spindel 30 rpm dan kondisi permesinan menggunakan cairan pendingin dromus. Dari hasil ini juga terlihat bahwa Laju keausan tepi pahat HSS pada proses permesinan kaca sangat tinggi, sehingga dengan pertimbangan ekonomis pahat HSS tidak dapat digunakan Kata Kunci : Permesinan, Kaca, High hydrostatic pressure, Ductile cutting mode, Laju Keausan Pahat
Copyrights © 2012