Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan tempat dimana seseorang yang melakukan tindak pidana diberikan sanksi berupa kehilangan kemerdekaan dan juga tempat untuk dididik dan dibina. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar bertobat dan menjadi seorang yang taat pada hukum. Pembinaan anak didik pemasyarakatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak bertujuan untuk mempersiapkan para anak didik pemasyarakatan kembali ke masyarakat setelah menjalani masa pidananya Pembinaan yang dilakukan selama ini adalah dengan memberikan pembinaan mental, spiritual, maupun keterampilan-keterampilan dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dengan membina anak didik pemasyarakatan diharapkan nantinya mereka dapat kembali kemasyarakat sebagai anggota masyarakat yang biasa dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dipidana. Dengan adanya Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menyangkut pembinaan terhadap residivis anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Keberhasilan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan khususnya residivis dalam sistem pemasyarakatan lebih ditentukan oleh berhasil tidaknya pembinaan yang diberikan kepada mereka di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak dan baik tidaknya penerimaan masyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan yang di integrasi ke dalam masyarakat. Lembaga pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak juga telah mengadakan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan. Namun demikian seringkali hal itu tidak berhasil bahkan anak didik pemasyarakatan menjadi residivis. Ketidak berhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki anak didik pemasyarakatan khususnya residivis dan dalam pelaksanaan pola pembinaan tidak adanya pemisahan berdasarkan tingkat pendidikan serta tidak ada kebebasan memilih jenis keterampilan yang diberikan sebagai bekal hidup nantinya, tidak dipisahkannya antara residivis dan anak didik pemasyarakatan yang bukan residivis, kurangnya petugas pembina yang memiliki keterampilan khusus, sarana dan prasarana penunjang dalam proses pembinaan yang tersedia masih terbatas, serta perilaku anak didik pemasyarakatan tersebut sulit untuk berubah sehingga masyarakat tidak sepenuhnya terbuka untuk menerima mantan anak didik pemasyarakatan. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka diupayakan hal-hal berikut yaitu penyediaan tenaga Pembina yang terampil/professional untuk memberikan pembinaan kepada anak didik pemasyarakatan, pemberian keterampilan yang bersifat praktis dan mudah diserap oleh anak didik pemasyarakatan khususnya residivis sesuai daya intelektualitas dan bakatnya, serta perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk dapat bersikap terbuka dalam menerima mantan anak didik pemasyarakatan yang ingin kembali pada lingkungan tempat tinggalnya. Anak sebagai generasi muda merupakan salah satu sumber daya manusia yang memiliki peranan yang strategis bagi pembangunan dan masa depan bangsa. Anak yang usianya masih muda memerlukan bimbingan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik, mental dan sosial. Dalam melaksanakan pembinaan anak sangat diperlukan dukungan dari masyarakat khususnya negara. Upaya perlindungan hukum terhadap anak lebih ditekankan pada hak-hak anak. Demikian juga halnya dengan anak pidana. Perlindungan hukum terhadap anak pidana lebih ditekankan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak. Demikian juga halnya dengan anak didik pemasyarakatan perlindungan hukumnya lebih ditekankan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak didik pemasyarakatan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah disahkan oleh negara dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak khususnya anak yang bermasalah dengan hukum. Di Indonesia perlindungan terhadap anak yang secara khusus diataur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, untuk pembinaan anak yang bermasalah dengan hukum ditempatkan secara khusus, dibina didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak. Untuk menjalankan proses pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan, Khususnya anak pidana maka peran pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat sangat diperlukan. Peran-peran tersebut ternyata sangatlah penting dalam rangka untuk menentukan berhasil atau tidaknya pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan tersebut Pola Pembinaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1990, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku profesional, kesehatan jasmani dan rohani anak didik pemasyarakatan sehingga anak didik tersebut akan menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga pemasyarakatan anak tidak bisa menjadi pengganti rumah bagi anak. Banyak yang merasa bahwa lembaga pemasyarakatan anak menimbulkan banyak kerugian bagi anak-anak selayaknya ditutup. Muladi menyatakan bahwa pidana penjara termasuk lembaga pemasyarakatan anak dapat menyebabkan dehumanisasi dan cap jahat atau stigma Pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan residivis disesuaikan dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun dasar hukum operasional lainnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pembinaan terhadap residivis Fakta yang ada diperoleh data jumlah residivis anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak dari tahun 2010 jumlah residivis sebanyak 1 orang, tahun 2011 jumlah residivis sebanyak 1 orang, tahun 2012 jumlah residivis sebanyak 3 orang, tahun 2013 jumlah residivis sebanyak 3 orang dan tahun 2014 jumlah residivis sebanyak  4 orang Pola pembinaan residivisdi Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Sungai Raya Pontianak tidak dibedakan dengan pembinaan anak didik pemasyarakatan bukan residivis tentunya hal ini tidak memberikan efek yang berarti kepada residivis tersebut, karena setiap klasifikasi anak didik pemasyarakatan itu berbeda kebutuhan pembinaannya terkhusus anak didik pemasyarakatan yang berstatus residivis mereka sudah barang tentu merasa terbiasa dengan semua pembinaan yang sama sebelumnya. Dengan disatukannya pembinaan kedua klasifikasi anak didik pemasyarakatan ini efek yang akan timbul bukannya mengurangi tingkat kejahatan dalam bentuk pengulangan akan tetapi dengan adanya penyatuan ini akan lebih cepat meransang para pelaku tindak pidana residivis untuk berbuat yang sama karena tidak ada yang lebih dari sekedar pemberatan hukuman yang didapatkannya Keyword: PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN
Copyrights © 2015