cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK PEKARANG DENGAN PELALKU USAHA KULINER DI KELURAHAN SAIGON KECAMATAN PONTIANAK TIMUR KOTA PONTIANAK - A11108031, FERDINAN MAHENDRA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumusan Masalah: Apakah Pelaku Usaha Kuliner Telah Memenuhi Kewajibannya Kepada Pemilik Pekarangan Rumah Sesuai Dengan Perjanjian Yang Disepakati di Kelurahan Saigon  Kecamatan  Pontianak Timur ?, sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang pelaksanaan kewajiban bagi pelaku usaha kuliner untuk membayar uang sewa pekarangan tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kepada pihak pemilik pekarangan, untuk mengungkapkan faktor penyebab pelaku usaha kuliner di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur belum memenuhi kewajibannya untuk membayar uang sewa pekarangan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan yang dicapai dalam perjanjian sewa menyewa pekarangan, untuk mengungkapkan akibat hukum atas tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak pelaku usaha kuliner di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur untuk membayar uang sewa pekarangan tepat waktu kepada pihak pemilik pekarangan sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian sewa menyewa, untuk mengungkapkan upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak, keempat untuk mengungkapkan upaya upaya yang dapat ditempuh pihak pemilik pekarangan selaku terhadap pihak pelaku usaha kuliner yang wanprestasi. Hipotesis tersebut adalah:  “Bahwa Pelaku Usaha Kuliner Belum Sepenuhnya Memenuhi Kewajibannya Kepada Pemilik Pekarangan Sesuai Dengan Yang Disepakati Dalam Perjanjian di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur Kota Pontianak”. Penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian ini dilakukan. Adapun hasil penelitian, mengungkapkan bahwa Pihak pelaku usaha kuliner selaku pihak penyewa pekarangan tidak memenuhi kewajiban untuk membayar uang sewa pekarangan tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dalam perjanjian sewa menyewa pekarangan, Faktor yang menyebabkan tidak dipenuhi kewajiban untuk membayar uang sewa tepat waktu sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian adalah karena penghasilannya dalam sebulan tersebut sangat minim sehingga dipergunakan untuk modal usaha untuk hari-hari berikutnya, Akibat hukum terhadap pelaku usaha kuliner selaku pihak penyewa yang tidak memenuhi kewajibannya adalah pemenuhan kewajiban untuk membayar uang sewa pekarangan yang masih terhutang serta pemilik pekarangan membatalkan perjanjian, Upaya yang dilakukan oleh pihak pemilik pekarangan terhadap pelaku usaha kuliner selaku pihak penyewa pekarangan yang tidak memenuhi kewajibannya adalah penyelesaian dilakukan secara musyawarah dan kekeluargaan, dan tidak pernah pemilik pekarangan melakukan upaya hukum berupa mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri sebagai upaya penyelesaiannya.   Usaha makanan tetap merupakan usaha yang mempunyai prospek yang baik ke depan, meskipun usaha tersebut cukup banyak saingannya, dan hal ini tidak menjadi persoalan bagi para pelaku usaha yang hendak membuka usaha di bidang makanan, terbukti di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur cukup banyak usaha yang bergerak di bidang makanan tersebut. Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain kebutuhan sandang dan papan (pekarangan), sehingga bagi para pelaku usaha yang hendak membuka usaha di bidang makanan tidak menjadi persoalaan, meskipun banyak yang buka usaha di bidang tersebut, tetap banyak yang buka usaha di bidang makanan. Demikian di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur tempat-tempat yang menyediakan makanan cukup banyak dan bahkan semakin berkembang, dalam arti dari hari ke hari semakin banyak orang yang membuka usaha tersebut, mulai dari tempat-tempat elit seperti di restoran, mall yang ada di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur, sampai para penyewa yang menggelar barang dagangannya (makanan) di tepi jalan, dan biasanya para penyewa baru mulai menyewa makanan tersebut pada sore hari. Hampir sepanjang jalan di temui para pedagang yang menyewa tempat untuk menggelar barang dagangannya berupa makanan, namun demikian hal tersebut bukanlah dianggap sebagai hal yang dapat mengancam usahanya, karena setiap pedagang makanan mempunyai kiat untuk menarik pelanggan yang sebanyak-banyaknya, di antaranya adalah pelayanan yang sebaik-baiknya dan juga menu kuliner yang disediakan bervariasi mulai dari nasi goreng, mi goreng, pecel ayam sampai pada kuliner. Dalam upaya membuka usaha makanan khususnya di tepi pinggir jalan, para pelaku usaha dihadapkan permasalahan lahan sebagai tempat untuk membuka usaha tersebut, demikian pula pelaku usaha yang hendak membuka usahanya kuliner di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur, melakukan perjanjian sewa menyewa dengan pemilik perkarangan di pinggir jalan di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur. Perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha kuliner selaku penyewa dengan pemilik pekarangan selaku yang menyewakan dibuat secara lisan adapun yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah mengenai penggunaan pekarangan untuk disewakan kepada pelaku usaha kuliner, dan aktifitas usahanya dimulai jam 6 sore hingga jam 11 malam, selama menggunakan pekarangan penyewa selain diwajibkan menjaga kebersihan, pelaku usaha kuliner juga diwajibkan membayar sewa perkarangan kepada pemilik perkarangan untuk setiap bulannya yang  dibayarkan paling lama setiap tanggal 10, besarnya uang sewa pekarangan yang dibayarkan setiap pelaku usaha tidak sama tergantung kesepakatan  dengan pemilik pekarangan, dan harga sewa pekarangan tersebut adalah Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah), dan Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) untuk setiap bulannya serta tempat pembayaran di tempat kediaman pemilik pekarangan selaku pihak yang menyewakan pekarangan.. Sudah semestinya kedua bela pihak untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing apa yang telah disepakati dalam perjanjian, yakni pemilik pekarangan menyediakan pekarangannya untuk dipergunakan pelaku usaha kuliner, sedangkan pelaku usaha diwajibkan untuk membayar uang sewa setiap bulannya sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian, dan pelaku usaha juga berkewajiban untuk tetap menjaga kebersihan pekarangan       Keyword : Perjanjian Sewa Menyewa, Pelaku Usaha, Pekarangan, Wanprestasi  
PERANAN KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA BERDASARKAN PASAL 26 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI DESA BANGE KECAMATAN SANGGAU LEDO KABUPATEN BENGKAYANG - A11111172, ANDRO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Desa Bange merupakan salah satu di antara desa-desa yang terdapat di Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang. Sebagai salah satu desa di Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang, Desa Bange sedang melaksanakan program pembangunan. Pembangunan yang sedang dilaksanakan di Desa Bange Kecamatan Sanggau Ledo meliputi pembangunan di bidang infrastruktur yang berupa fasilitas pelayanan publik baik sarana pendidikan, sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik, jalan, jembatan, transportasi dan air bersih. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, banyak pihak yang berperan dalam penyelenggaraannya termasuk peran dari Kepala Desa sebagai pemimpin dayang merupakan ujung tombak pembangunan. Peran seorang kepala desa sangat besar pengaruhnya, hal ini disebabkan karena kepala desa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di desa, yang dapat membuat keputusan, membimbing, membina, mengarahkan, menampung aspirasi masyarakat, serta mempengaruhi anggota masyarakatnya untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan dari pembangunan itu sendiri. Namun dalam kenyataannya, pelaksanaan pembangunan di Desa Bange Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang dirasakan masih belum maksimal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis,  selama kurun waktu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 tidak ada satupun pembangunan infrastruktur yang jelas tampak di Desa Bange Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang. Belum maksimalnya peran Kepala Desa Bange Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang dalam pelaksanaan pembangunan desa karena adanya faktor-faktor penghambat, yaitu: kurangnya pemahaman Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan desa, masih rendahnya SDM, baik aparatur desa maupun masyarakatnya, di mana  sebagian besar masyarakat Desa Bange hanya lulusan SD dan SLTP ataupun SLTA begitu pula aparat desa yang hanya lulusan SLTA bahkan ada yang tidak tamat SLTA. dan kurangnya koordinasi Kepala Desa dengan Camat, BPD, LPMD serta komponen masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan peranan Kepala Desa Bange Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang dalam pelaksanaan pembangunan desa dengan cara: (1) melakukan koordinasi antara Kepala Desa dengan Camat selaku pembina dan pengawas, BPD, LPMD dan komponen masyarakat desa; (2) memberikan pendidikan dan pelatihan kepada Kepala Desa mengenai prosedur penyusunan dan penetapan kerangka acuan pembangunan desa; dan (3) perlu adanya sikap keterbukaan antara Kepala Desa dengan lembaga pemerintahan desa dan komponen masyarakatnya, jadi tidak mengedepankan sikap ego sektoral dari Kepala Desa sebagai pemimpin desa.Keyword : -
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERKARA GUGUGATAN CERAI DI KABUPATEN SAMBAS (STUDI DI PENGADILAN AGAMA SAMBAS) - A01110208, NURDIANSYAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pekawinan merupakan suatu hal yang sakral dan hanya terjadi yaitu sekali dalam seumur hidup. Perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dalam membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang kekal dan abadi dan pelaksanaannya merupakan ibadah. Namun, dalam mengarungi kehidupan berumah tangga, pasangan suami istri terkadang mengalami berbagai masalah, baik yang sifatnya masalah ringan sampai permasalahan yang berat sehingga menyebabkan keutuhan rumah tangga dipertaruhkan hingga terjadinya perceraian. Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahannya adalah : “Faktor Apa Yang Menyebabkan Tingginya Angka Gugatan Cerai Di Pengadilan Agama Sambas?” Adapun dalam penulisan ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan Deskriftif Analisis, yakni menggambarkan keadaan atau fakta sebagaimana adanya pada saat penelitian, kemudian data atau fakta tersebut dianalisis hingga ditarik suatu kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan dalam penghimpunan data penelitian ini adalah teknik komunikasi langsung yakni berkomunikasi dan berhadapan langsung dengan sumber data. Alat yang digunakan berupa pedoman wawancara, dalam hal ini disebarkan kepada Hakim Pengadilan Agama Sambas. selain itu yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah pihak istri yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Sambas. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Bahwa gugat cerai di Kabupaten Sambas lebih tinggi daripada cerai talak, masih ada alasan perceraian lain yang masih ditemukan di Pengadilan Agama Sambas selain tidak adanya keharmonisan, kurangnya tanggung jawab suami dan faktor adanya gangguan pihak ketiga. Faktor keempat yang menjadi alasan gugat cerai di Pengadilan Agama Sambas yaitu faktor ekonomis. Faktor penyebab utama gugat cerai yang banyak terjadi di Pengadilan Agama Sambas yaitu tidak adanya keharmonisan. Tidak adanya keharmonisan dalam membina rumah tangga meliputi kehidupan rumah tangga yang jauh dari kata sakinah mawadah dan warahmah, padahal tujuan utama perkawinan adalah untuk hidup kekal selamanya sampai matinya salah satu dari suami maupun istri.Dalam gugat cerai yang terjadi di Pengadilan Agama Sambas adalah penggugat dengan umur 21 tahun sampai 30 tahun dengan usia saat perkawinan antara 21 tahun sampai 30 tahun. Dapat diketahui usia perkawinan yang masih muda yang banyak melakukan gugat cerai kemudian akibat dari perceraian yang terjadi, permasalahan yang muncul setelah diputuskannya perceraian tersebut adalah masalah harta gono-gini (harta bersama) selama perkawinan dan masalah hak asuh anak.   Keyword : Cerai Gugat, Pengadilan Agama Sambas
WANPRESTASI PENGUSAHA TOKO BANGUNAN ANEKA JAYA DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BANGUNAN PADA PD. SIMPANG SEPAKAT DI WILAYAH KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A11112045, CHRISTIANI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bentuk perjanjian jual beli bahan bangunan antara pihak Pengusaha PD. Simpang Sepakat dengan pihak Pengusaha Toko Aneka Jaya dilakukan secara tidak tertulis. Dalam perjanjian jual beli bahan bangunan antara Pengusaha PD. Simpang Sepakat dengan Pengusaha Toko Aneka Jaya memuat Hak dan Kewajiban dari para pihak. Kewajiban yang dilaksanakan oleh Pengusaha Toko Aneka Jaya menjadi hak bagi Pengusaha PD. Simpang Sepakat, begitu pula sebaliknya. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi pihak Pengusaha Toko Aneka Jaya adalah melaksanakan pembayaran jual beli bahan bangunan.Adapun judul skripsi ini adalah : “Wanprestasi Penusaha Toko Aneka Jaya Dalam Melaksanakan Jual Beli Bahan Bangunan Pada PD. Simpang Sepakat Di Kota Pontianak” Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah : “Faktor Apa Yang Menyebabkan Pengusaha Toko Aneka Jaya Wanprestasi Dalam Pembayaran Bahan Bangunan Pada PD. Simpang Sepakat Di Kota Pontianak ?” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis.Adapun faktor yang menyebabkan pihak pengusaha Toko Aneka Jaya belum bertanggung jawab dalam hal keterlambatan pembayaran kepada pengusaha PD. Simpang Sepakat dikarenakan uang yang dikumpulkan belum cukup dikarenakan dana yang hendak dibayar kepada Pengusaha PD. Simpang Sepakat dipergunakan untuk keperluan yang lebih mendesak. Sebagai akibat hukum terhadap pihak Pengusaha Toko Aneka Jaya yang belum bertanggung jawab dalam hal keterlambatan pembayaran bahan bangunan, maka pihak pengusaha Toko Aneka Jaya dapat dibebankan pembayaran ganti kerugian dan juga Pengusaha PD. Simpang Sepakat dapat menarik kembali bahan bangunan yang telah dibeli oleh Pengusaha Toko Aneka Jaya.Adapun akibat hukum bagi Pengusaha Toko Aneka Jaya yang wanprestasi yaitu oleh Pengusaha PD. Simpang Sepakat dan untuk mengganti kerugian pada PD. Simpang Sepakat adalah menarik kembali barang-barang tersebut dalam hal pembayaran jual beli bangunan jika bahan bangunan belum terjual, dan jika barang sudah terjual harus diganti dengan uang.Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh Pengusaha PD. Simpang Sepakat terhadap Pengusaha Toko Aneka Jaya yang belum bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal keterlambatan pembayaran bahan bangunan adalah dengan menyelesaikan secara musyawarah atau kekeluargaan dan dapat juga menuntut ganti rugi yang sesuai kepada Pengusaha Toko Aneka Jaya. Walaupun demikian Pengusaha PD. Simpang Sepakat tidak pernah melakukan upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Negeri. Kata Kunci : Perjanjian Jual Beli, Wanprestasi, Tanggung Jawab Keterlambatan    
PELAKSANAAN UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT DAYAK GOLIK DI DESA BEDUAI KECAMATAN BEDUAI KABUPATEN SANGGAU - A1011131138, SILA VANGHURIA MORLI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masyarakat Dayak Golik Desa Beduai Kecamatan Beduai Kabupaten Sanggau berpedoman pada hukum adat yang berlaku di daerah tersebut salah satunya adalah adat perkawinan yang masih dilaksanakan, upacara adat perkawinan Kibau Ayam sudah dilakukan secara turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang. Adapun rumusan masalahnya “Bagaimana Pelaksanaan Upacara Adat Perkawinan Dayak Golik Di Desa Beduai Kecamatan Beduai Kabupaten Sanggau”. Metode penelitian  yang digunakan adalah Metode Penelitian Empiris yaitu dengan menggambarkan keadaan pada waktu penelitian dan menganalisa hingga menarik kesimpulan. Jenis pendekatan menggunakan pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu dengan memberikan gambaran secara cermat mengenai keadaan dan gejala objek penelitian ini, dengan maksud memecahkan permasalahan berdasarkan fakta-fakta yang terkumpul dan tampak kemudian dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan. Pada saat ini pelaksanaan upacara adat perkawinan telah mengalami perubahan dalam pelaksanaan maupun alat yang digunakan, karena keterbatasan ekonomi masyarakatnya mengingat biaya yang dikeluarkan sangat banyak sehingga masyarakat tidak melaksanakan upacara adat perkawinan sebagai mana aslinya. Bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam melaksanakan upacara adat perkawinan disebabkan oleh faktor kendala ekonomi, kesulitan mencari seperangkat alat adat dan faktor agama. Akibat hukum bagi yang tidak melaksanakan upacara adat perkawinan adalah dengan diberikan sanksi adat berupa membayar denda adat dan membawa beberapa benda sebagai persyaratan yang harus disiapkan saat membayar sanksi adat. Upaya fungsionaris adat dalam menjaga dan melestarikan upacara adat perkawinan adalah dengan melakukan musyawarah bersama perangkat desa dan menghimbau kepada masyarakat terutama remaja agar tetap mempertahankan budaya ini sehingga tidak hilang ditelan zaman.     Kata Kunci : Masyarakat Dayak Golik, Upacara Adat, Perkawinan
PELAKSANAAN PERKAWINAN ADAT DAYAK JANGKANG DI DESA JANGKANG BENUA KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU - A01109190, VENNYCO DARLOK MEKBAR PURBA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan adat perkawinan pada masyarakat Dayak Jangkang yang bermukim di Desa Jangkang Benua Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau dilakukan dengan upacara-upacara adat guna bertujuan untuk menghormati roh-roh para leluhur, menjaga keselamatan dan kesejahteraan calon mempelai kedua belah pihak yang akan melaksanakan perkawinan dengan tujuan agar dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan pada saat akan melangsungkan perkawinan. Bagi masyarakat Dayak Jangkang perkawinan merupakan suatu peristiwa yang paling penting dalam kehidupan masyarakat adatnya, karena bukan hanya menyangkut pribadi masing-masing tetapi juga menyangkut kerabat dan masyarakat secara keseluruhan dan roh-roh para leluhur. Hal ini tercermin dalam pelaksanaan upacara adat yang terjadi pada masyarakat adatnya. Namun kenyataannya pada saat ini mengalami beberapa perubahan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya kaum muda Dayak Jangkang di Desa Jangkang Benua Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada saat melangsungkan perkawinan adat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Hukum Empiris karena berkaitan dengan bagaimana hukum dapat dipelajari sebagai gejala sosial empiris yang dapat diamati didalam kehidupan nyata. Sifat penelitian yang digunakan yaitu dengan penelitian yang bersifat deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan secara tepat sebuah keadaan dan fakta yang tampak sebagaimana adanya pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama; bahwa pelaksanaan perkawinan adat pada masyarakat adat Dayak Jangkang di Desa Jangkang Benua dilalui dalam 5 (lima) tahapan yakni dimulai dengan masa perkenalan, Bodiji (bertanya), Moti Boba (tunangan), Bo Komoh (pesta perkawinan) dan Ngkori Mono (mengembalikan semangat). Kedua; bahwa pelaksanaan perkawinan adat pada masyarakat Dayak Jangkang di Desa Jangkang Benua mengalami beberapa perubahan pada masa sekarang. Ketiga; bahwa penyebab terjadinya beberapa perubahan pada pelaksanaan perkawinan adat pada masyarakat Dayak Jangkang di Desa Jangkang Benua adalah dikarenakan faktor ekonomi dan faktor agama. Keempat; bahwa sanksi yang diberikan bagi pelanggar adat terkait dengan tidak dilaksanakan perkawinan adat secara penuh adalah oraang tua kedua belah pihak pasangan suami istri tersebut dianggap tidak mampu melakukan tanggung jawabnya untuk mengadakan pesta perkawinan secara adat untuk putra putri mereka, dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan diberikan sanksi adat ngompangk jika tidak melaksanakan perkawinan secara hukum agama dan hukum adat dan Kelima; bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh pelanggar adat terkait dengan tidak dilaksanakan perkawinan adat secara utuh adalah melalui penyelesaian hukum adat yang ditangani oleh ketua adat di tingkat desa. Keywords : Pelaksanaan adat perkawinan Dayak Jangkang.
WANPRESTASI ANGGOTA DALAM PERJANJIAN SIMPAN PINJAM KEPADA KOPERASI BELIAN CAHAYA UTAMA MANDIRI DESA TEMIANG SAWI KECAMATAN NGABANG KABUPATEN LANDAK - A11112016, ANASTASIA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Koperasi Belian Jaya yang lebih dikenal dengan nama Koperasi Belian Cahaya Utama Mandiri berkedudukan di jalan Desa Temiang Sawi Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak, dengan akta pendirian akta Notaris No. 53 tanggal 14 Desember 2007 yang telah didaftarkan pada dinas koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Landak dengan Badan Hukum nomor 07/BH/XVII, 4/200, tanggal 19 Desember 2007. Anggota koperasi adalah anggota yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang bermitra dengan PT. PN XIII Ngabang berjumlah 105 orang terdiri dari yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 63 orang dan berjenis kelamin perempuan 42 orang. Prosedur untuk menjadi anggota dengan melampirkan Fotocopy KTP dan mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit serta membayar iuran simpanan pokok Rp 10.000 serta simpanan wajib setiap bulan Rp. 10.000. Dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, adapun besarnya pinjaman dari Rp. 1.000.000 s/d Rp. 5.000.000 dengan bunga pinjaman 2%, jangka waktu pinjaman 12 bulan, dari pengamatan penulis ada 5 orang anggota koperasi yang wanprestasi dalam perjanjian pinjaman dari mulai Januari s/d Desember 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris dengan cara pendekatan deskriptif analisis yaitu suatu metode penelitian yang mendeskrifsikan, mencatat, analisis dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau bertujuan mendeskrifsikan apa-apa yang saat ini berlaku, di dalamnya terdapat upaya. Hasil penelitian adalah anggota koperasi yang wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam. Faktor yang menyebabkan adalah dikarnakan harga sawit murah dan banyak hutang. Akibat hukum bagi anggota koperasi yang wanprestasi dikenakan sanksi berupa tidak diberikan kepercayaan dalam pinjaman, peralihan kebun untuk melakukan kewajiban kepada koperasi oleh pihak koperasi Belian Cahaya Utama Mandiri serta denda keterlambatan sebesar 2% dan potongan gaji dari hasil perkebunan kelapa sawit. Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak koperasi terhadap anggota koperasi tidak menempuh jalur hukum melalui pengadilan tetapi hanya menempuh upaya memberikan teguran terhadap anggota koperasi agar memenuhi kewajibannya dalam mengembalikan uang pinjaman.   Kata Kunci : Anggota Koperasi, Perjanjian Pinjam Meminjam, Wanprestasi
REALISASI PERAN DAN FUNGSI PEJABAT PENGAWAS PENYIDIK POLRI DALAM PENGAWASAN INTERNAL TERKAIT TERJADINYA MALADMINISTRASI DALAM PROSES PENYIDIKAN (StudiKasus Di Polresta Pontianak Kota) - A11109098, RICHARD RENALDI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seringkali timbul berbagai masalah yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat serta membawa kerugian material dan non material. Masalah-masalah tersebut erat hubungannya dengan eksistensi hukum di mana kejahatan sebagai gejala sosial yang nyata-nyata menimbulkan keresahan bagi setiap orang atau masyarakat serta sulit untuk ditanggulangi karena faktornya beraneka ragam. Begitu juga dengan perkara tindak pidana yang terjadi dimasyarakat selalu menimbulkan pihak yang dirugikan dan pihak yang diuntungkan, bagi pihak yang dirugikan tentunya akan melakukan upaya agar pelaku yang melakukan perbuatan pidana  tersebut dapat diproses hukum sesuai dan peraturan yang berlaku, masyarakat yang merasa dirugikan dapat melaporkan perkara pidana yang dialaminya kepada pihak kepolisian yang nantinya pihak kepolisian akan melakukan proses penyidikan atas laporan masyarakat tersebut.  Di dalam melaksanakan tugas penegakan hukum penyidik Polri mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan penyidikan tindak pidana, yang dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana yang dilaporkan masyarakat guna terwujutnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan. Mengingat proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan polri sangat penting dalam mengungkap terjadinya tindak pidana maka Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang manejemen penyidikan tindak pidana, Manejemen Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian. Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ” Faktor-faktor apa yang menghambat realisasi peran dan Fungsi pejabat pengawas penyidik Polri dalam pengawasan proses penyidikan ?” Faktor penyebab belum maksimalnya peran dan Fungsi pejabat pengawas penyidik Polri dalam pengawasan proses penyidikan diantaranya faktor sumber daya manusia yang belum memadai dan beban pekerjaan penyidik yang tinggi karena banyaknya laporan polisi yang di laporkan Indonesia sebagai negara kesatuan adalah negara yang berdasar atas hukum, hal tersebut tertuang dalam amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum memiliki tujuan untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu dapat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara. Sebagai negara yang berdasarkan hukum segenap masyarakat, pemerintah, serta aparat penegak hukum harus selaras guna terciptanya kepastian serta keadilan hukum, konsekuensinya adalah segala permasalahan yang timbul dalam masyarakat harus diselesaikan secara hukum, tidak dengan main hakim sendiri, penegakan hukum perlu dilaksanakan agar tercipta keamanan dan ketertiban didalam masyarakat yang pada akhirnya tercipta kedamaian dan ketentraman yang dirasan oleh masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seringkali timbul berbagai masalah yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat serta membawa kerugian material dan non material. Masalah-masalah tersebut erat hubungannya dengan eksistensi hukum di mana kejahatan sebagai gejala sosial yang nyata-nyata menimbulkan keresahan bagi setiap orang atau masyarakat serta sulit untuk ditanggulangi karena faktornya beraneka ragam. Kejahatan dan perkembangannya dewasa ini dinilai dari beberapa segi terutama kualitasnya cukup memprihatinkan. Peningkatan kualitas kejahatan yang lebih bervariasi mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju pesat, merupakan tugas berat yang harus dipikul tidak saja oleh aparat penegak hukum, tetapi juga oleh masyarakat di mana kejahatan itu terjadi.  Polri sebagai institusi yang memiliki tugas pokok melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta sebagai aparat penegak hukum berada dalam garis terdepan dalam upaya penegakan hukum, setiap masalah yang muncul dalam masyarakat tak lepas dari peran polisi sebagai penengah danuntuk menyelasaikan masalah tersebut. Begitu juga dengan perkara tindak pidana yang terjadi dimasyarakat selalu menimbulkan pihak yang dirugikan dan pihak yang diuntungkan, bagi pihak yang dirugikan tentunya akan melakukan upaya agar pelaku yang melakukan perbuatan pidana  tersebut dapat diproses hukum sesuai dan peraturan yang berlaku, masyarakat yang merasa dirugikan dapat melaporkan perkara pidana yang dialaminya kepada pihak kepolisian yang nantinya pihak kepolisian akan melakukan proses penyidikan atas laporan masyarakat tersebut.  Di dalam melaksanakan tugas penegakan hukum penyidik Polri mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan penyidikan tindak pidana, yang dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana yang dilaporkan masyarakat guna terwujutnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan. Mengingat proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan polri sangat penting dalam mengungkap terjadinya tindak pidana maka Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang manejemen penyidikan tindak pidana, Manejemen Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian.Pengawasan yang dilakukan pada kegiatan proses penyidikan tindak pidana dilakukan oleh pejabat pengawas penyidik, yang diatur dalam Peraturan Kapolri No 14 tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sebagai pengganti Peraturan Kapolri No 12 tahun 2009 Tentang Pengawasan dan pengendalian penanganan perkara Pidana di Lingkungan Polri, pengawasan yang ditujukan penyidik yang melakukan penyidikan, administrasi penyidikan, pengendalian pada saat penyidikan, pemberian arahan dan petunjuk serta analisa dan evaluasi termasuk gelar perkara dari satu kasus yang sedang di sidik. Proses penyidikan perkara pidana telah dilakukan pengawasan yakni oleh seorang Pejabat Pengawas Penyidik yakni,  pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas berdasarkan Surat Keputusan/ Surat Perintah untuk melakukan pengawasan proses penyidikan perkara dari tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai dengan tingkat Kepolisian Sektor. Oleh karena itu Pejabat Pengawas Penyidik dalam hubungannya dengan proses penyidikan, selain terikat dengan  aspek yuridis. Tugas Polisi harus juga memenuhi standar tertib adiministrasi, karena  proses penyidikan maupun dalam pemberkasan Berita Acara Pemeriksaaan harus dilakukan dengan hati-hati, cermat, benar dan memenuhi standar administrasi Kepolisian. Untuk mewujudkan hal tersebut optimalisasi pelaksanaan pengawasan dalam proses penyidikan mutlak diperlukan.  Pengabaian standar administrasi, berkonskuensi terhadap kualitas proses penegakan hukum berikutnya, baik pada tingkat penuntutan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) maupun pada tingkat peradilan oleh Hakim. Prinsip-prinsip dalam peraturan ini adalah legalitas, profesionalisme, proporsional, prosedural, transparan akuntabel, efektif dan efisien, dalam penyidiakan tindak pidana Satuan Reskrim yang lebih tinggi dapat mendukung satuan bawah guna memberikan bantuan penyidikan (Back Up) berupa personel peralatan dan anggaran,  Pembentukan team penyidik disesuaikan dengan kopetensi penyidik dan kriteria tingkat kesulitan perkara yang ditangani oleh karena itu dapat dibentuk team dari gabungan penyidiak dari beberapa satuan fungsi reskrim (Join Investigation Team) dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara yang ditemukan dan dilaporkan oleh masyarakat. Sudah  menjadi  tekad dan komitmen dari pimpinan Polri, untuk meningkatkan kinerja para penyidik Polri, dengan membentuk Biro Pengawas Penyidik yang mana sebelumnya Biro Pengawas Penyidik hanya berupa jabatan fungsional namun saat ini resmi di masukkan dalam struktur Badan Reserse dan Kriminal. Adapun tugas dari Biro pengawas penyidik melakukan penelitian dan mengaudit apakah proses penyidikan sudah memenuhi prosedur dan mekanisme yang berlaku, yaitu dengan melakukan pengawasan melalui monitoring dan gelar perkara, jika ada keluhan dari masyarakat itu akan menjadi bahan masukan untuk Pengawas Penyidik.     Kata Kunci: Pengawasan, Penyidikan dan beban kerja
WANPRESTASI PEMBORONG KERJA DALAM PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KECAMATAN PONTIANAK SELATAN - A01109180, YUDHA MARTHINDRA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 1 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebihmengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika dalam pelaksanaanperjanjian tidak terlaksananya prestasi sesuai dengan yang telah disepakati makapara pihak telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi itu sendiri merupakan tidakdilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telahdisepakati bersama. Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagipihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yangditentukan. Sedangkan pemborong kerja ialah orang yang memborong suatupekerjaan dengan mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihaklain, yaitu majikan, dengan mendapat suatu upah pemborongan. Perjanjian yangdilakukan antara pemilik rumah dengan pemborong kerja mengakibatkanhubungan hukum yang mengikat dan sekaligus menimbulkan hak dan kewajibanbagi para pihak. Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan pada pembangunanrumah tinggal dibuat suatu perjanjian yang dilakukan secara lisan. Diterapkannyaperjanjian secara lisan ini bukan berarti kedua belah pihak boleh mengingkariketentuan-ketentuan yang telah dibuat, akan tetapi kedua belah pihak harusmelaksanakan prestasi dengan penuh rasa tanggung jawab.Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Empiris denganpendekatan Deskriptif Analisis, yaitu dengan menggambarkan dan menganalisakeadaan atau fakta-fakta yang diperoleh secara nyata di lapangan pada saatpenelitian diadakan. Penulisan ini membahas tentang wanprestasi pemborongkerja dalam pembangunan rumah tinggal di Kecamatan Pontianak Selatan. Hasil penelitian yang dilakukan penulis di Kecamatan Pontianak Selatandiketahui bahwa masih terdapat pihak pemborong kerja yang belummelaksanakan kewajibannya dengan tidak dapat menyelesaikan pembangunanrumah tinggal dengan tepat waktu. Adapun faktor penyebab pemborong kerjawanprestasi dikarenakan kendala cuaca yang kurang mendukung untukdilakukannya pembangunan. Akibat hukum bagi pihak pemborong kerja yangwanprestasi yaitu diberikan sanksi berupa ganti rugi dan pemenuhan kewajibanmenyelesaikan pembangunan rumah tinggal.Upaya penyelesaian yang dilakukan pihak pemilik rumah terhadappemborong kerja yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya adalah denganmelakukan musyawarah secara kekeluargaan berdasarkan kesadaran kedua belahpihak untuk tetap menjaga hubungan baik diantara keduanya.Keyword: Wanprestasi, Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
ANAK MENJADI KURIR DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERDAGANGAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DIKOTA PONTIANAK DITINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI (Studi Kasus di Polresta Pontianak Kota) - A11110033, RICARDO HASUDUNGAN SIMANUNGKALIT
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Narkoba merupakan bahan berbahaya bukan hanya karena terbuat dari bahan kimia tetapi juga karena sifatnya yang dapat membahayakan penggunanya bila digunakan secara illegal dan bertentangan dengan hukum. Upaya Pemerintah dalam melakukan memberantas peredaran narkotika, baik dari proses penegakan hukum maupun upaya pencegahan dengan disahkannya Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Berkaitan dengan kejahatan mengenai Narkotikadan Psikotropika yang dilakukan oleh anak, perangkat hukum secara khusus diberlakukan kepada anak yang terjerat masalah hukum yakni lahirnya Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak yang merupakan bagiandarigenerasimudasebagaisalahsatusumberdayamanusia yang merupakanpotensidanpeneruscita-citaperjuanganbangsa, yang memilikiperananstrategissehinggamemerlukanpembinaandanperlindungandalamrangkamenjaminpertumbuhandanjaminan hukum dimasa depan. Namun dalamUndang-Undangtersebuttetap diaturpasal-pasaldalam ketentuanpidanaterhadappelakukejahatannarkotika dan Psikotropika, denganpemberiansanksi. Kejahatan yang dilakukan oleh anak yang terjerat dalam Narkotika dan Psikotropika sudah merambat dalam perdagangan Narkotika dan Psikotropika. Anak dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat untuk menjadi seorang kurir Narkotika dan Psikotropika. Apabila ditinjau dari sudut kriminologi, beberapa faktor penyebab anak melakukan tindak pidana sebagai kurir Narkotikadan Psikotropika diantaranya adalah kurangnya pengawasan dari orang tua serta akibat dari lingkungan dalam pergaulan anak dalam kehidupan sehari-harinya. Namun beberapa upaya telah dilakukan dalam mencegah dan menganggulangi anak yang terjerumus dalam tindak pidaa sebagai kurir Narkotika dan Psikotropika, diantaranya adalah meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak serta meningkatkan peran masyarakat dalam lingkungan pergaulan anak. Dalam kehidupan manusia, anak merupakan suatu karunia dan amanah dari Tuhan kepada manusia, sehingga anak merupakan suatu tanggung jawab dan kewajiban orang tua dalam mendidik dan membesarkannya. Seorang anak merupakan bagian dari aset bangsa penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh yang kemudian menjadi generasi penerus bangsa dan sumber insani pembangunan nasional sehingga perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya. Seorang anak diarahkan untuk menjadi kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan yang berjiwa luhur. Anak juga berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Indonesia sebagai negara besar yang berdaulan dan adil, memiliki regulasi dalam melindungi anak sebagai generasi muda. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum secara khusus, sehingga negara Indonesia mengesahkan dan memberlakukan Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seorang anak sangat didambakan oleh keluarga menjadi seperti yang diharapkan namun kenyataannya dalam kehidupannya anak berperilaku tidak seperti yang diinginkan. Beberapa persoalan yang yang terjadi dikehidupan masyarakat seringkali kita dengar dan lihat kejahatan-kejahatan serta pelangaran-pelanggaran yang dilakukan justru oleh seorang anak. Hal ini dapat kita lihat dari pola perilaku anak-anak, dimana pola berpikir mereka terbentuk melalui kelompok bermainnya yang kurang baik. Sebagai contohnya meningkatnya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang di lakukan oleh anak, tidak terlepas dari kondisi masyarakat sekitar yang masih jauh ketinggalan baik dari segi pendidikan, ekonomi maupun pergaulan. Hal inilah yang menyebabkan anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Beberapa perilaku anak yang menyimpang, yaitu  terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. narkotika dan psikotropika merupakan musuh masyarakat yang dapat merusak generasi penerus bangsa. Hal tersebut dapat berakibat dan berpengaruh besar terhadap perkembangan bagi anak yang menjadi penerus cita-cita perjuangan bangsa. Seorang anak dapat terjerumus dan terjerat kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika bahkan salah satunya seorang kurir narkotika dan psikotropika. Kejahatan narkotika yang bersifat trans nasional yang peredarannya dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas,  sehingga dapat memanfaatkan anak untuk menjadi seorang kurir narkotika dan psikotropika. Di Polresta Pontianak Kota, terdapat kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang melibatkan anak sebagai kurir narkotika dan psikotropika. Pada tahun 2011 terdapat 1 kasus anak yang menjadi kurir narkotika dan psikotropika. Kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi  2 kasus anak yang menjadi kurir narkotika dan psikotropika. Kemudian pada tahun 2013 terdapat 2 kasus anak yang menjadi kurir narkotika dan psikotropika. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah Kota Pontianak masih terjadi kasus kejahatan oleh anak yang menjadi kurir narkotika dan psikotropika. Oleh karena itu pastinya terdapat beberapa faktor yang mendorong anak untuk menjadi kurir narkotika dan psikotropika. Upaya pemerintah telah dilakukan dalam memberantas peredaran narkotika dan psikotropika, dari proses penegakan hukum dengan merevisi Undang  - Undang Anti Narkotika yakni Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menyusul dibuatnya Undang  - Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur  pasal-pasal  ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika dan psikortopika, dengan pemberian sanksi. Saat ini Undang-undang tersebut telah diperbarui lagi dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini diharapkan dalam menanggulangi penggunaan dan peredaran narkotika khususnya terhadap anak yang menjadi kurir narkotika. Anak yang dibina sedini mungkin akan dapat menjadi generasi penerus Bangsa yang mampu memimpin dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perundangan di Indonesia yang mengatur perlindungan anak secara khusus telah diatur dalam Undang-Undang Peradilan anak. Oleh karena itu,   Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terutama pasal 45, 46, 47 yang sebelumnya merupakan inti dasar hukum pidana kini telah diganti.  Dalam Undang-undang No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa pengertian anak adalah “seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian anak nakal adalah “Anak adalah orang yang perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Ketentuan lain mengenai batas umur belum dewasa, dapat dilihat dalam pengertian lapangan ilmu hukum antara lain : Menurut lapangan Hukum Perdata Pasal 330 BW :  “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin Keyword: Narkotika, Psikotropika dan Anak

Page 1 of 123 | Total Record : 1226