Salah satu kewajiban orangtua pasca terjadinya perkawinan adalah memelihara, melindungi, mendidik dan mengasuh anak hingga dewasa. Penentuan orang yang mengasuh anak pasca perceraian sangat ditentukan oleh putusan hakim. Adakalanya hak asuh anak diberikan kepada ibu dan ada pula hak asuh anak diberikan kepada ayah seperti putusan Nomor 55/Pdt.G/2012/Ms-Bna (kepada ibu dan ayah), Putusan Nomor 65/Pdt.G/2011/MS-Bna (kepada ayah), Putusan Nomor 66/Pdt.G/2012/MS-Bna (kepada ayah), Putusan Nomor 225/Pdt.G/2009/MS-BNA (kepada ibu), Putusan Nomor 261/Pdt.G/2010/MS-BNA (kepada ibu). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim menetapkan pengasuh anak, tinjauan yuridis dan konsekuensi hukum terhadap penetapan hak asuh anak pasca perceraian. Penelitian normatif ini menggunakan bahan hukum primer berupa UU No. 1 Tahun 1974, bahan hukum sekunder berupa putusan hakim dan bahan hukum tersier berupa kamus dan eksiklopedia hukum. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dan metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim menetapkan pengasuh anak pasca perceraian yaitu: adanya tuntutan dari penggugat/tergugat (pemohon/termohon), melalui putusan verstek, demi kepentingan terbaik bagi anak. Penetapan ibu atau ayah sebagai pengasuh anak tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selama menjamin kepentingan terbaik bagi anak dan baik ibu maupun ayah memiliki hak untuk mengasuh anak meskipun ibu orang yang lebih berhak mengasuhnya. Disarankan kepada hakim agar dalam memutuskan pengasuh anak tidak hanya memperhatikan jenis kelamin orangtua, akan tetapi harus menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Disarankan kepada pengambil kebijakan agar menjadi kajian ini sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan baru dan disarankan kepada orangtua agar tidak memperebutkan hak asuh anak jikalau tidak mampu mengasuhnya dengan baik.
Copyrights © 2018