Tulisan ini berupaya untuk membahas dan menelusuri persepsi demokrasi sebagai kesepakatan ideal pemerintahan Indonesia. Konsekuensi moralnya adalah demokrasi harus mampu menyediakan ruang publik bagi mereka yang tak dihitung (the wrong) untuk mendefinisikan demokrasi secara mandiri dan tanpa diabaikan kaum mayoritas. Supaya demokrasi mampu mendistribusikan keadilan dan bukan merupakan tirani mayoritanisme. Metode penulisan yang dipakai dalam artikel ini adalah studi literatur dengan menggunakan pisau analisis Michel Foucault tentang arkeologi pengetahuan. Hasilnya diharapkan mumpuni untuk menjawab a) diskursus atau disensus yang semestinya dipakai untuk mendefiniskan demokrasi, dan b) mencari model autarkeia (kemandirian) yang tepat bagi pendidikan demokrasi di Indonesia.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2019