Articles
AUTARKEIA PENDIDIKAN DEMOKRASI DI INDONESIA (AUTARKEIA OF DEMCRATIC EDUCATION IN INDONESIA)
Putra, Surya Desismansyah Eka
Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid Vol 22, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15548/tajdid.v22i2.1083
Tulisan ini berupaya untuk membahas dan menelusuri persepsi demokrasi sebagai kesepakatan ideal pemerintahan Indonesia. Konsekuensi moralnya adalah demokrasi harus mampu menyediakan ruang publik bagi mereka yang tak dihitung (the wrong) untuk mendefinisikan demokrasi secara mandiri dan tanpa diabaikan kaum mayoritas. Supaya demokrasi mampu mendistribusikan keadilan dan bukan merupakan tirani mayoritanisme. Metode penulisan yang dipakai dalam artikel ini adalah studi literatur dengan menggunakan pisau analisis Michel Foucault tentang arkeologi pengetahuan. Hasilnya diharapkan mumpuni untuk menjawab a) diskursus atau disensus yang semestinya dipakai untuk mendefiniskan demokrasi, dan b) mencari model autarkeia (kemandirian) yang tepat bagi pendidikan demokrasi di Indonesia.
KARTU TANDA PENDUDUK TANPA KOLOM AGAMA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME SARTRE
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (49.262 KB)
|
DOI: 10.17977/jippk.v1i2.9643
The concept of freedom is a form of analysis on how the free word was present and exist as a tangible manifestation of the contemporary world in the face of uncertainty. Humans really want to look for its existence as a creature. Existentialism tried to leave the path of light that human nature is the existence in the world. Is a self-proclaimed Sartre the existentialist philosophy of abiding by its main slogan, "Man is condemned to be free", and therefore "existence precedes essence". Discussion of existentialism is related to the phenomenon of the elimination of religion column in the National Identity Card in Jakarta. Policy toward the National Identity Card would try to analyze the concept of freedom of Sartre's existentialism using conflict as an epistemological approach Sartre's existentialism. In keeping with the theme, this article seeks to uncover the link between the elimination of religion column with Sartre's existentialism models. Because basically atheistic existentialism concept and not so see the side of spiritualism as the main thing
BINGKAI KEADILAN HUKUM PANCASILA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN RELEVANSINYA DENGAN KEADILAN DI INDONESIA
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 27, No 1 (2014): Pebruari 2014
Publisher : Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (64.006 KB)
|
DOI: 10.17977/jppkn.v27i1.5515
Law is a part which always adhere to human being. It is forcing; accepted or not accepted. Take for example, Minah’s case. She stole 3 pieces cacao and she was charged one and a half month of imprisonment, and three month of probationary period. There was also such a stealing case happened in Sidoarjo. The doer was free of any charge. The stealing was considered as a shared responsibility of the society. There are two different dimensions on these two cases. In one hand, lawis obeyed as it is. On the other hand, law is an authentic moral decision. This writing will explain reobservation about the function of law in accordance to moral; the right law enforcement; the relevance of those two cases with law maturity; and the position of Pancasila in seeing those two cases in the context of justice.
KARTU TANDA PENDUDUK TANPA KOLOM AGAMA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME SARTRE
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Universitas Negeri Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (49.262 KB)
The concept of freedom is a form of analysis on how the free word was present and exist as a tangible manifestation of the contemporary world in the face of uncertainty. Humans really want to look for its existence as a creature. Existentialism tried to leave the path of light that human nature is the existence in the world. Is a self-proclaimed Sartre the existentialist philosophy of abiding by its main slogan, "Man is condemned to be free", and therefore "existence precedes essence". Discussion of existentialism is related to the phenomenon of the elimination of religion column in the National Identity Card in Jakarta. Policy toward the National Identity Card would try to analyze the concept of freedom of Sartre's existentialism using conflict as an epistemological approach Sartre's existentialism. In keeping with the theme, this article seeks to uncover the link between the elimination of religion column with Sartre's existentialism models. Because basically atheistic existentialism concept and not so see the side of spiritualism as the main thing DOI : http://dx.doi.org/10.17977/um019v1i22016p126
Kesadaran Kemiskinan sebagai Upaya Menciptakan Masyarakat Inklusi yang Berkemanusiaan bagi Pedagang Asongan dan Anak Jalanan di Kota Malang
Surya Desismansyah Eka Putra
ABDIPRAJA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) Vol 4, No 1 (2023): Maret
Publisher : Universitas Tidar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31002/abdipraja.v4i1.7749
Pedagang asongan dan anak jalanan yang hidup di sekitar kampus Universitas Negeri Malang jumlahnya cukup signifikan. Rata-rata para pedagang asongan dan anak jalanan ini beraktivitas di sekitar perempatan lampu merah maupun gang-gang kampung seperti di perempatan galunggung, pertigaan di jembatan Soekarno-Hatta, hingga di sepanjang jalan Sumbersari sampai jalan Dinoyo. Dampak dari adanya aktivitas para pedagang asongan dan anak jalanan di jalan-jalan tersebut sering dikeluhkan karena mengganggu aktivitas warga terutama saat ingin berkendara. Keluhan yang muncul tersebut sering kali berlanjut pada pemberian stigma kepada para pedagang asongan dan anak jalanan bahwa mereka adalah orang miskin, tak berpendidikan dan malas karena tidak mampu bekerja secara layak tanpa harus mengganggu aktivitas warga di jalan raya. Padahal kemiskinan yang terjadi di Malang tidak hanya didominasi oleh kalangan yang dianggap kurang mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, tetapi banyak faktor lain yang ikut menentukan. Pendekatan metois yang digunakan pada pengabdian ini adalah jurnalisme investigasi untuk menghasilkan film documenter jurnalisme investigasi. Adapun hasil pada pengabdian ini adalah 1) stigma kemiskinan yang ada pada masyarakat timbul karena memang bawaan, dimana masyarakat lebih sering mengedepankan pada dampak sosial, terutama soal faktor penambah kemacetan jalan raya di Kota Malang; 2) Film “Batas Kota” yang dihasilkan pada proses pengabdian ini dapat dijadikan sebagai sarana branding sekaligus ulasan profil kemiskinan kota Malang yang jarang dibicarakan.
KESADARAN KEMISKINAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN MASYARAKAT INKLUSI YANG BERKEMANUSIAAN BAGI PEDAGANG ASONGAN DAN ANAK JALANAN DI KOTA MALANG
Eka Putra, Surya Desismansyah;
Habibi, M. Mujtaba;
Sudirman
Wisesa: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 1 (2023): WISESA - Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : UPT. PKM UB
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.wisesa.2023.02.1.3
Pedagang asongan dan anak jalanan yang hidup di sekitar kampus Universitas Negeri Malang jumlahnya cukup signifikan. Rata-rata para pedagang asongan dan anak jalanan ini beraktivitas di sekitar perempatan lampu merah maupun gang-gang kampung seperti di perempatan galunggung, pertigaan di jembatan Soekarno-Hatta, hingga di sepanjang jalan Sumbersari sampai jalan Dinoyo. Dampak dari adanya aktivitas para pedagang asongan dan anak jalanan di jalan-jalan tersebut sering dikeluhkan karena mengganggu aktivitas warga terutama saat ingin berkendara. Keluhan yang muncul tersebut sering kali berlanjut pada pemberian stigma kepada para pedagang asongan dan anak jalanan bahwa mereka adalah orang miskin, tak berpendidikan dan malas karena tidak mampu bekerja secara layak tanpa harus mengganggu aktivitas warga di jalan raya. Padahal kemiskinan yang terjadi di Malang tidak hanya didominasi oleh kalangan yang dianggap kurang mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, tetapi banyak faktor lain yang ikut menentukan. Pendekatan metois yang digunakan pada pengabdian ini adalah jurnalisme investigasi untuk menghasilkan film documenter jurnalisme investigasi. Adapun hasil pada pengabdian ini adalah 1) stigma kemiskinan yang ada pada masyarakat timbul karena memang bawaan, dimana masyarakat lebih sering mengedepankan pada dampak sosial, terutama soal faktor penambah kemacetan jalan raya di Kota Malang; 2) Film “Batas Kota” yang dihasilkan pada proses pengabdian ini dapat dijadikan sebagai sarana branding sekaligus ulasan profil kemiskinan kota Malang yang jarang dibicarakan.
SRAWUNG, SEMAUR, AKUR SEBAGAI SARANA PENGENALAN BUDAYA DAN MENJALIN PERSAUDARAAN BAGI WARGA DAN MAHASISWA INDEKOS DI JALAN JOMBANG KOTA MALANG
Habibi, M. Mujtaba;
Eka Putra, Surya Desismansyah;
Sudirman
Wisesa: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 1 (2023): WISESA - Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : UPT. PKM UB
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.wisesa.2023.02.1.6
Lingkungan perumahan di sekitar Universitas Negeri Malang (UM) sangatlah padat. Banyak perumahan warga yang dulunya hanya ditempati bersama keluarga kini telah banyak diubah menjadi multi kamar sebagai tempat tinggal sementara atau kos bagi para pendatang. Rata-rata para pendatang ini berstatus mahasiswa. Dengan makin padatnya penduduk yang tinggal di Jalan Jombang, problem sosialnya pun ikut meningkat. Problem tersebut timbul akibat kurangnya jalin persaudaraan antara warga setempat dengan warga pendatang yang menghuni kos. Hal ini disebabkan tidak adanya sarana yang mempertemukan kedua belah pihak dalam satu forum bersama untuk menyamakan persepsi tentang aturan moral maupun norma yang berlaku di lingkungan tersebut. Untuk itu perlu diadakan ruang dialog untuk mengenalkan adat istiadat yang dihayati oleh warga yang menempati lingkungan di wilayah Jalan Jombang tersebut dengan nama Srawung, Semaur, Akur. Srawung Semaur Akur merupakan metode yang dipakai sebagai basis sosial menciptakan ruang publik (public sphare). Hasilnya 1) medium pertemuan Srawung, Semaur, Akur cukup efektif menciptakan rasa empati dan saling menghormati antara warga setempat dengan para penghuni kos/kontrakan yang mayoritas pendatang. 2) pendatang maupun warga setempat kini dapat merasakan rasa aman, nyaman dan tenteram secara lebih baik tanpa ada kecurigaan berlebih terhadap pendatang.
Game Edukasi Kartu Penjaga Sebagai Media Pencegahan Kekerasan Seksual di SDN 2 Ngadirejo
Yuliastuty, Devi Sintya;
Maulidina, Fachrin;
Qumairoh, Iftitah Dian;
Putra, Surya Desismansyah Eka
Jurnal Pengabdian Masyarakat Bangsa Vol. 2 No. 5 (2024): Juli
Publisher : Amirul Bangun Bangsa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.59837/jpmba.v2i5.1061
Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pencegahan kekerasan seksual di SDN 2 Ngadirejo Kabupaten Malang dengan menggunakan pendekatan edukatif melalui media kartu penjaga yang interaktif. Permasalahan kekerasan seksual terhadap anak diidentifikasi sebagai permasalahan yang memerlukan perhatian serius, terutama di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman. Dengan pendekatan eksperimen, pengabdian ini melibatkan siswa kelas 4 dan 5 dalam serangkaian kegiatan antara lain pretest dan posttest pengukuran pengetahuan awal dan akhir siswa, sosialisasi materi, penerapan media kartu penjaga, penayangan video edukasi, dan lomba mewarnai poster. Analisis data menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada pemahaman siswa mengenai pengertian kekerasan seksual, upaya pencegahan, langkah pelaporan, dan faktor penyebab kekerasan seksual setelah dilakukan intervensi. Hasil ini menegaskan bahwa pendekatan pendidikan yang menarik dan partisipatif dapat secara efektif meningkatkan kesadaran siswa tentang kekerasan seksual. Penerapan permainan edukasi ini berhasil menarik minat belajar siswa dan memfasilitasi pengajaran yang lebih efektif bagi guru. Kesimpulannya, kegiatan ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan siswa, tetapi juga mendorong lingkungan sekolah yang lebih aman.
Srawung, Semaur, Akur Sebagai Wujud Implementasi Nilai Sila Keempat Pancasila Bagi Warga dan Mahasiswa Indekos di Jalan Jombang Kota Malang
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Pancasila dan Bela Negara Vol 3, No 1 (2023): Februari
Publisher : Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31315/jpbn.v3i1.9715
Lingkungan perumahan di sekitar Universitas Negeri Malang (UM) sangatlah padat. Banyak perumahan warga yang dulunya hanya ditempati bersama keluarga kini telah banyak diubah menjadi multi kamar sebagai tempat tinggal sementara atau kos bagi para pendatang. Rata-rata para pendatang ini berstatus mahasiswa. Dengan makin padatnya penduduk yang tinggal di Jalan Jombang, problem sosialnya pun ikut meningkat. Problem tersebut timbul akibat kurangnya jalin persaudaraan antara warga setempat dengan warga pendatang yang menghuni kos. Hal ini disebabkan tidak adanya sarana yang mempertemukan kedua belah pihak dalam satu forum bersama untuk menyamakan persepsi tentang aturan moral maupun norma yang berlaku di lingkungan tersebut. Untuk itu perlu diadakan ruang dialog untuk mengenalkan adat istiadat yang dihayati oleh warga yang menempati lingkungan di wilayah Jalan Jombang tersebut dengan nama Srawung, Semaur, Akur. Srawung Semaur Akur merupakan metode yang dipakai sebagai basis sosial menciptakan ruang publik (public sphare). Hasilnya 1) medium pertemuan Srawung, Semaur, Akur cukup efektif menciptakan rasa empati dan saling menghormati antara warga setempat dengan para penghuni kos/kontrakan yang mayoritas pendatang. 2) pendatang maupun warga setempat kini dapat merasakan rasa aman, nyaman dan tenteram secara lebih baik tanpa ada kecurigaan berlebih terhadap pendatang. 3) nilai-nilai Pancasila dapat ditemukan dalam implementasi Srawung-Semaur Akur, khususnya sila keempat Pancasila.