Pembangunan pertanian perlu dilakukan melalui pendekatan sistem agribisnis yang saling terkait, saling tergantung, saling berpengaruh dengan pertanian mulai sektor hulu, usahatani, dan hilir serta sektor jasa dan penunjang. Keberhasilan pembangunan agribisnis sebagian besar tergantung pada faktor dan kebijakan yang berada di luar kewenangan Kementerian Pertanian, seperti kebijaksanaan pengembangan infrastruktur dan sarana publik yang menunjang pertanian, seperti irigasi, jalan pertanian, energi, komunikasi, air bersih, kebijaksanaan kelembagaan pelayanan informasi, teknologi, kredit, penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia, kebijaksanaan kelembagaan ekonomi petani seperti koperasi. Namun, pembangunan pertanian dan pedesaan yang dilaksanakan di Indonesia tampaknya belum memberikan hasil yang diharapkan khususnya yang berkenaan dengan para petani. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran masalah dan tantangan subak di masa mendatang berkenaan dengan agribisnis.Pengembangan sistem subak untuk tetap berlanjut memerlukan adanya penyatuan (suatu payung) manajemen kelembagaan di tingkat departemen dan koordinasinya antar sub-sistem di tingkat lapangan, atau dikenal dengan istilah â??manajemen satu atapâ?, sehingga para petani secara mudah melaksanakan kegiatannya dan mudah mendapatkan kebutuhan sarana produksinya. Paradigma pembangunan â??haruslahâ? bermuara pada pertanian (petani) yaitu pengembangan subak-subak yang lestari dan dinamis, sepanjang masih diakui bahwa sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian dan pertanian merupakan salah satu aset budaya Bali. Langkah-langkah diatas merupakan salah satu wujud dari kegiatan pemberdayaan subak, dimana kegiatan ini harus dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan komprehensif.Kata Kunci : pembangunan pertanian, pembangunan pedesaan, subakÂ
Copyrights © 2014