Sebelum dilakukan amandemen terakhir terhadap UUD NRI Tahun 1945, MPR dipandang sebagai lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, namun berubah menjadi lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya. MPR tidak dimungkinkan lagi untuk mengeluarkan ketetapan diluar kewenangan yang dimilikinya berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. MPR pasca amandemen telah kehilangan wewenang untuk menciptakan peraturan yang bersifat regelling. Hal ini, berdampak pada status hukum Tap MPR/S yang pernah dikeluarkan terdahulu. Berdasarkan Tap MPR No. I/MPR/2003 tentang peninjauan materi dan status hukum Tap MPR/S dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, ditemukan 8 Tap MPR yang masih relevan untuk diberlakukan. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, menghilangkan Tap MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan, namun Tap MPR kembali dimasukkan dalam hierarki berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011. Tap MPR ditempatkan setingkat di atas UU dan setingkat di bawah UUD NRI Tahun 1945. Keberadaan Tap MPR saat ini dapat menimbulkan implikasi hukum sehingga diperlukan suatu langkah untuk memposisikan Tap MPR/S secara ideal. Adapun dalam penulisan ini, digunakan penelitian hukum normatif dengan melakukan analisis data melalui teknik deskriptif dan evaluatif sedangkan teori yang digunakan adalah Stufenbau Theorie, teori perundang-undangan dan teori lembaga negara. Penempatan kembali Tap MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan akan menimbulkan sejumlah implikasi hukum. Pertama, dilihat dari sinkronisasi peraturan perundang-undangan bahwa Tap MPR telah mengaburkan sifat pembeda antara peraturan dan keputusan, dan jika dicermati dari segi sifat hukum dan materi muatan yang diaturnya Tap MPR bukanlah termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Peraturan bersifat regelling dan berlaku terus menerus sedangkan keputusan/ketetapan bersifat individual, konkrit dan final. kedua,berimplikasi terhadap kedudukan antar lembaga negara yang berwenang mengeluarkan peraturan, posisi Tap MPR saat ini, dapat menimbulkan konflik kewenangan antar sesama lembaga negara. Ketiga, berkaitan pula dengan kedudukan peraturan MA, MK dan peraturan lembaga lainnya yang sejajar karena seolah MPR tersebut masih memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Keempat, berimplikasi terhadap lembaga mana yang akan berwenang melakukan yudisial review. Dewasa ini, MK dan MA tidak memiliki dasar konstitusional, kecuali MK memperluas kewenangannya. Sehingga perlu dilakukan penyetaraan status hukum Tap MPR dengan UUD NRI Tahun 1945 atau UU. Akan jauh lebih efektif jika dilakukan penyetaraan status hukumnya dengan UU. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 4 Tap MPR No. I/MPR/2003 yang telah memberikan suatu ruang kepada Tap MPR untuk dapat disetarakan dengan UU. Sehingga perlu dilakukan revisi terhadap UU No. 12 Tahun 2011. Produk hukum Tap MPR gaya baru dalam revisi UU tersebut akan muncul dengan wujud berupa UU karena semua materi muatan Tap MPR tersebut telah diatur ke dalam UU.  Keywords : implikasi hukum, Tap MPR, hierarki peraturan perundang-undangan
Copyrights © 2014