Pembaharuan Hukum Islam yang, sebelumnya masih termaktub dalam kitab-kitab fiqh, menjadi undang-undang adalah sebuah prestasi bagi umat Islam. Hukum Islam yang termuat dalam kitab-kitab fiqh ini, sebenarnya telah menjadi hukum yang hidup (living law) dalam kehidupan umat Islam, beberapa abad lamanya. Tetapi upaya untuk melakukan pembaharuan (kodifikasi) dalam suatu kitab undang-undang, baru dimulai di Turki, Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Pembaharuan hukum Islam yang dimulai di Turki, ternyata berpengaruh besar terhadap negara-negara Islam yang baru merdeka pada pertengahan abad ke-20, seperti Maroko. Prosesnya, mengikuti madzhab setempat yang dianut oleh masharakatnya. Upaya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam sebagai Undang-undang sebenarnya merupakan wewenang umat Islam, melalui para ulama, cendekiawan dan umara atau pemegang kuasa politik. Tetapi yang disebutkan terakhir lebih kompeten ketimbang ulama dan cendikiawan, dalam melakukan pembaharuan hukum yang relevan dengan kehidupan sosial umat. Dan dalam kasus Maroko berarti perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkan madzhab Maliki. Karenanya, tulisan ini akan membahas implikasi kuasa politik terhadap pembaharuan hukum keluarga di Maroko? Berdasarkan bacaan dari literatur yang ada dapat disimpulkan bahwa kuasa politik berpengaruh terhadap pembaharuan hukum Keluarga yang, semula masih termuat dalam kitab-kitab fikih menjadi undang-undang yang implementatif; Upaya menjadikan hukum Islam yang termuat dalam kitab-kitab menjadi undang-undang yang implementatif, diperlukan political will dari pemerintah, jika tidak, maka upaya itu akan menjadi sia-sia; Sistem hukum keluarga di Maroko dipengaruhi oleh sistem hukum Prancis, karena pernah menjadi negara protektorat Prancis.
Copyrights © 2019