Temuan dari penelitian, pertama, konflik di Aceh mempunyai latar belakang yang panjang (DI/TII, GAM, DOM) yang bermuara dengan adanya MoU Helsinki 2005, yang melahirkan kebijakan Otonomi Khusus dan memberikan wewenang berupa pembentukan partai politik lokal Aceh. Kebijakan dari pemerintah pusat ini merupakan wujud dari proses transformasi politik (dari gerakan bersenjata menjadi partai politik lokal Aceh). Kedua, dalam perkembangannya, Partai politik lokal Aceh belum secara maksimal berkontribusi untuk kemajuan masyarakat Aceh khususnya dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang politik, secara empiris elite yang berada dalam partai politik lokal Aceh terlibat korupsi bantuan sosial, interen eks kombatan partai lokal dalam pemilihan kepala daerah melakukan intimidasi terhadap sebagian masyarakat Aceh. Kemudian ada kasus salah satu mantan anggota GAM yang bernama Din Minimi, karena tidak menerima dana kompensasi melakukan pemberontakan terhadap elite GAM yang duduk di pemerintahan. Kesimpulan penelitian transformasi politik dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi partai politik lokal Aceh belum menyentuh pada kepentingan masyarakat Aceh secara menyeluruh.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2017