Kejahatan yang paling kuno hingga saat ini masih eksis dan terus terjadi didalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pencurian. Para pelaku biasanya mendalilkan diri melakukan pencurian dikarenakan himpitan ekonomi yang menimpa kehidupan diri dan keluarganya. Tidak menemukan solusi dari permasalahan yang menimpanya maka para pelaku mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan kejahatan pencurian, jalan pintas yang sering dilakukan dengan mencuri hasil kebun diwilayah perkebunan, seperti buah kelapa sawit, selain mudah untuk dicuri ternyata buah kelapa sawit juga mudah untuk dijual kembali. Namun bagaimana jika pencuri di wilayah perkebunan ternyata tidak diterapkan sebagaimana yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan..Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang diambil dari data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan tindak pidana perkebunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan ketika adanya pencurian di lahan perkebunan bukan merupakan dakwaan alterntif terhadap semua kasus pencurian hasil kebun. Tidak semua kasus pencurian di wilayah perkebunan diterapkan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014.Tidak diterapkannya Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 sebagai lex specialist ternyata terdapat hambatan yaitu dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuain Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
Copyrights © 2020