Seksualitas dalam bingkai fiqh memberi panduan tentang mana yang harus dilakukan suami terhadap istrinya juga sebaliknya. Islam membingkai hubungan seks sebagai ibadah yang mengiming-imingi pelakunya mendapat pahala. Konon, pahala hubungan seks sebanding dengan pahala berjuang dalam perang melawan orang kafir. Pembahasan ini terkesan vulgar dan tak senonoh, tetapi begitulah ulama Islam memaparkan secara berani dan terbuka tanpa ada tendensi membeberkan pornografi. Dalam perspektif ini seksualitas adalah ibadah yang mengandung rambu-rambu yang harus ditaati, dan biasanya untuk menguatkan paparannya, fuqahâ’ mendasarkan pendapatnya pada al-Qur’an dan hadits. Menjejerkan aktivitas seksual dengan ayat-ayat al-Qur’an dan sabda Nabi menjadikan hubungan seksual sebagai ritual yang sakral. Fenomena sakralitas seksual tidak hanya ditemukan dalam Islam yang membingkai dalam spektrum ibadah kepada Tuhan, namun dapat ditemukan dalam Agama Hindu yang memahatkan sakralitas seksual dalam beberapa candi di Jawa. Makalah ini hendak mengeksplorasi kitab kuning Qurrah al-‘Uyûn fî al-Nikâh al-Syar’î karya Abû Muhammad al-Tihâmî.
Copyrights © 2006