Hak subpoena merupakan instrumen DPR untuk mengawasi kebijakan pemerintah yang berpotensi merugikan kepentingan rakyat dan penggunaannya terbatas pada hak angket. Hak subpoena diatur dalam UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU MD3. Pengaturan hak subpoena dan sanksi penyanderaan pada Pasal 73 ayat (3), (4), (5), dan (6) menimbulkan kontroversi karena berpotensi digunakan dalam rapat-rapat DPR. Masyarakat kemudian menguji ke Mahkamah Konstitusi dan keluarlah Putusan 16/PUU-XVI/2018. MK dalam pertimbangannya menyatakan DPR dapat melakukan pemanggilan paksa dalam konteks hak angket, di sisi lain MK mengatakan Kepolisian hanya dapat melakukan pemanggilan paksa dalam tindakan yang berkaitan dengan proses penegakan hukum. Penulis mengajukan gagasan untuk melakukan “kriminalisasi” terhadap tindakan menolak memberi keterangan dan menolak hadir memenuhi panggilan DPR dalam konteks hak angket sebagai contempt of parliament dengan mengaturnya ke dalam UU MD3. Penulis mengajukan dua ide, pertama, menjadikan contempt of parliament sebagai dasar melakukan pemanggilan paksa, kedua, menghapus ketentuan pemanggilan paksa.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2020