Jurnal Anestesiologi Indonesia
Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia

Percutaneous Dilatational Tracheostomy (PDT) Dini Sebagai Upaya untuk Mencegah Pneumonia dan Mempermudah Perawatan Pasien Stroke di Intensive Care Unit (ICU)

I Wayan Suryajaya (Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan, Surabaya)
Prananda Surya Airlangga (Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya)
Eddy Rahardjo (Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya)



Article Info

Publish Date
31 Mar 2021

Abstract

Latar Belakang: Stroke atau cerebrovasuler accident (CVA) merupakan hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat akibat terganggunya suplai darah ke otak. Tidak jarang pasien stroke dirawat di intensive care unit (ICU) karena mengalami gagal napas sehingga membutuhkan ventilator. Kemampuan menelan dan refleks batuk yang tidak adekuat pada pasien stroke sering menyebabkan komplikasi pneumonia/ stroke associated pneumonia (SAP). Komplikasi pneumonia bisa juga disebabkan oleh penggunaan ventilator yang sering disebut ventilator associated pneumonia (VAP). SAP maupun VAP pada pasien stroke dapat dicegah dengan tindakan trakeostomi dini. Percutaneous dilatational tracheostomy (PDT) merupakan teknik trakeostomi dengan melakukan sayatan minimal untuk memasukkan guide wire sebagai panduan. Kemudian lubang trakeostomi diperlebar dengan menggunakan multipel dilator sampai canule trakeostomi bisa masuk ke trakea. PDT lebih mudah dilakukan dibanding surgical tracheostomi sehingga lebih menguntungkan dikerjakan untuk pasien kritis di ICU.Kasus: Terdapat 3 kasus pasien stroke yang dilaporkan dengan glasgow coma scale (GCS) dibawah 8. Kasus pertama: Pasien stroke dengan subakut infark di basal ganglia dekstra dan oedema cerebri. GCS E1V2M1 Pasien mengalami sumbatan partial jalan napas. Pasien dirawat di ICU dan diakukan intubasi. PDT dikerjakan hari ke 2 dengan tujuan untuk mengamankan jalan napas dan mempermudah bronchial toilet sehingga dapat mencegah terjadinya pneumonia.Kasus kedua: pasien stroke dengan infark luas di hemisphere kanan. Pasien dirawat di ICU dengan ventilator. PDT dilakukan pada hari ke 8 untuk mempermudah melakukan fisioterapi napas, bronkial/trakeal toilet. Setelah 50 hari pasien dipindahkan ke ruangan tanpa ditemukan pneumonia.Kasus ketiga: Pasien dengan kesadaran menurun GCS E2V1M3. Pasien dirawat di ICU dengan sumbatan partial jalan napas. PDT dilakukan pada hari pertama dengan tujuan mempertahankan jalan napas tetap aman dan mempermudah tracheal/ bronchial toilet. Pasien dirawat selama 110 hari dan pindah ke ruangan.Pembahasan: Pada ketiga kasus tersebut dilakukan usaha tracheostomi/ PDT secara dini dengan tujuan mengamankan jalan napas tetap bebas, memudahkan oral hygiene dan melakukan fisioterapi napas berupa tracheal/ bronchial toilet. Trakeostomi juga memudahkan mobilisasi pasien sehingga merupakan upaya untuk mencegah terjadinya pneumonia selama perawatan. Selama perawatan pasien tersebut di ICU tidak terjadi komplikasi pneumonia sampai pasien keluar dari ICU. Kesimpulan: Pasien stroke dengan GCS dibawah 8 akan mengalami perawatan yang lama dan potensial terjadi komplikasi berupa SAP maupun VAP bila memakai ventilator. Trakeostomi dini selain mempermudah perawatan dan mempercepat weaning juga sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pneumonia. PDT merupakan teknik trakeostomi yang cocok dilakukan untuk pasien kritis di ICU karena lebih menguntungkan dibanding surgical tracheostomy.

Copyrights © 2021






Journal Info

Abbrev

JAI

Publisher

Subject

Health Professions Medicine & Pharmacology Public Health

Description

Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis ...