Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesenjangan yang selama ini tercipta antara Barat dan Timur dalam hal menginterpertasi teks kitab suci dapat terjembatani. Jika dalam waktu yang cukup lama, kiblat berteologi termasuk di dalamnya upaya untuk membaca teks Alkitab diarahkan ke dunia Barat karena dianggap lebih teologis dan lebih baik, maka kini kiblatnya telah berubah. Hermeneutik poskolonial dapat menjembatani kesenjangan itu dengan memberi ruang bagi para pembaca di dunia Timur termsuk di Maluku untuk menghasilkan hasil bacaan (interpertasi) terhadap teks Alkitab. Hermeneutik poskolonial menawarkan cara baru agar pertama-tama hegemoni Barat terhadap Timur dapat dihilangkan namun tidak berarti bahwa dengan ruang kebebasan yang diberikan lalu kembali tercipta kolonialisasi yang baru. Bangkitnya kultur lokal tidak berarti menimbulkan sikap anti-kolonial. Ide poskolonial ini sekaligus dapat dipakai untuk melihat dan mengkritisi kultur lokal maupun kultur kolonial.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2018