Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang dan untuk mengetahui mekanisme tata cara penanganan perkara korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini bersifat normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang mengatur tentang perluasan dapat dipidananya pelaku tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat dipidananya subjek hukum, karena apabila hanya mendasarkan pada subjek hukum, maka yang dapat dijatuhi pidana hanyalah subjek hukum orang dalam pengertian hal ini dimaksud manusia. Namun subjek Hukum Korporasi juga dapat dipidana. Dan dimana jenis sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap subjek hukum korporasi untuk tindak pidana pencucian uang adalah pidana denda dengan jumlah maksimum Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan pidana tambahan berupa (a) pengumuman putusan hakim, (b) Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi,(c) pencabutan izin usaha,(d) pembubaran dan/atau pelarangan korporasi,(e) perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau (f) pengambilalihan korporasi oleh negara. 2) Mekanisme tata cara penanganan perkara korporasi dalam hal ini merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 sebagai sumber hukum acara agar tidak terjadi kekosongan hukum bagi pelaku korporasi yang melakukan tindak pidana, dalam mekanisme penanganan perkara korporasi dimana Peraturan Mahkamah Agung ini bertujuan sebagai pedoman bagi penegak hukum dalam penanganan perkara pidana dalam ruang lingkup kejahatan korporasi.
Copyrights © 2020