Institusi perbankan sebagai suatu lembaga keuangan usahanya bergerak dan menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain, tentu sangat erat kaitannya dengan resiko-resiko yang terjadi. Risiko utama dalam pemberikan kredit adalah adanya kredit macet. Dengan adanya resiko tersebut, maka perbankan dalam memberikan kredit tidak hanya didasarkan pada pengikatan perjanjian kredit, akan tetapi seringkali juga mensyaratkan adanya perjanjian accesoir berupa jaminan kebendaan. Perjanjian kebendaan yang sering disyaratkan dalam pemberian kredit utamanya dalam jumlah besar adalah adanya pengikatan hak tanggungan atas tanah dan atau bangunan. Akan tetapi pada faktanya walaupun hak tanggungan tersebut sudah terpasang pada saat terjadi kredit macet sering terjadi perlawanan dari pihak debitur atau pemilik jaminan bahkan pihak ketiga yang telah direncanakan debitur agar dapat dilakukan peletakan sita atas objek yang telah dibebani hak tanggungan guna menghambat atau menghentikan pelaksanaan eksekusi. Adapun permasalahan yang kami kemukakan adalah bagaimana perlindungan hukum dan bagaimana upaya yang dapat dilakukan apabila terdapat perlawanan atau usaha-usaha untuk meletakan sita atas objek hak tanggungan guna menggangu pelaksanaan lelang. Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah doctrinal research, dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan pendekatan komparatif. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwasanya dalam ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak dan ketentuan lainnya telah memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak tanggungan atas upaya peletakan sita, selain itu kreditur pemegang hak tanggungan juga dapat melakukan upaya intervensi atau mengajukan gugatan perlawanan dalam perkara antara pemilik agunan dengan pihak ketiga yang memohonkan peletakan sita.
Copyrights © 2021