Legal politics examines changes within present law due to consistent demands and needs of people. Legal politics continue to develop the rule of law, from the Ius Constitutum, which is based on the previous legal framework, to the formulation of the law in the future, the Ius Constituendum. The Indonesian 2019 draft of Criminal Code formulates customary sanctions as the fulfillment of customary obligations in several articles. These articles provide a new paradigm of criminal law policy to formulate criminal law reform in the future for customary sanctions in cases of customary crimes. The study used normative juridical or library research on normative legal substances. It aims to reveal the truth based on scientific logic from the normative side by examining library materials or secondary data consisting of primary and secondary legal materials. The results show that the fulfillment of customary obligations can be expected to become criteria or signs/guidelines for judges to determine “law that lives in society” or “The Living Law” as a source of law (material legality) in the future. It is a form of new paradigm in the renewal of customary criminal law. Thus, customary (criminal) law can become (1) a positive source of law, in the sense that customary criminal law (sanctions) can be the legal basis to examine cases at the Court; and (2) negative sources of law, in the sense that the provisions of customary criminal law (sanctions) can be justified reasons, reasons for mitigating punishment or providing more severe punishment.Paradigma Baru Kebijakan Hukum Pidana dalam Formulasi Sanksi dalam Kasus Delik AdatAbstrakPolitik hukum mengkaji berbagai perubahan pada hukum di tengah masyarakat yang didasari tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang. Politik hukum berusaha meneruskan arah perkembangan tertib hukum, dari Ius Constitutum yang bertumpu pada kerangka landasan hukum yang terdahulu menuju pada penyusunan hukum di masa datang atau Ius Constituendum. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2019 merumuskan ketentuan sanksi adat sebagai pemenuhan kewajiban adat dalam beberapa pasal. Pasal-pasal tersebut memberikan paradigma baru kebijakan hukum pidana dalam perumusan sanksi adat untuk kasus tindak pidana adat sebagai pembaharuan hukum pidana di masa yang akan datang. Kajian ini menerapkan metode yuridis normatif atau penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan substansi hukum yang bersifat normatif. Metode ini dipilih untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatif, dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian ini bahwa perumusan Pasal 2 ayat (2) RUU KUHP tahun 2019 mengenai pemenuhan kewajiban adat dapat diharapkan menjadi kriteria atau rambu-rambu/pedoman bagi Hakim dalam menetapkan “hukum yang hidup dalam masyarakat” atau “the living law” sebagai sumber hukum (legalitas materiil) di masa yang akan datang sebagai bentuk paradigma baru dalam pembaharuan hukum pidana adat. Dengan demikian, hukum (pidana) adat dapat menjadi: (1) Sumber hukum yang positif, dalam arti hukum pidana adat (sanksi adat) dapat menjadi dasar hukum pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri; dan (2) Sumber hukum yang negatif, dalam arti ketentuan-ketentuan hukum pidana adat (sanksi adat) dapat menjadi alasan pembenar, alasan meringankan pidana atau memperberat pidana.Kata Kunci: hukum pidana, sanksi adat, tindak pidana adat.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v8n2.a6
Copyrights © 2021