Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sebanyak 61 anggota DPR dan DPRD telah menjadi tersangka kasus korupsi sepanjang Januari-Mei 2018. Juli 2018, tercatat 165 mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. April 2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) merujuk data final Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis sebanyak 81 orang eks koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Secara yuridis, landasan eks koruptor menjadi calon anggota legislatif telah diperbolehkan, merujuk pada putusan Mahkamah Agung No.43 P/HUM/2018. Namun, dalam perkembangannya, dilihat dari berbagai sudut pandang lain caleg eks koruptor menimbulkan berbagai implikasi negatif bagi masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif sehingga diperoleh gambaran publik mengenai adanya caleg eks koruptor dalam Pemilu 2019 secara moral, perkembangan demokrasi, gerakan antikorupsi serta partai politik. Caleg eks koruptor dari sudut pandang moral dinilai sebagai penyimpangan. Caleg eks koruptor dapat menghambat demokrasi di Indonesia karena akan mengurangi kepercayaan publik kepada para wakil rakyat. Rekrutmen caleg dari internal partai sebagai corong menyeleksi kualitas caleg. Revisi undang-undang Pemilu harus dilakukan untuk perbaikan proses demokrasi di Indonesia. Pendidikan politik di masyarakat menjadi salah solusi mengatasi efek yang ditimbulkan dari adanya caleg eks koruptor.
Copyrights © 2019