Menurut para ulama apabila seseorang meningggal dunia masih mempunyai kewajiban puasayang belum sempat di qadha sebelum dia wafat, sedangkan dahulunya ada waktu untukmengqadhanya, maka wali berkewajiban untuk mengganti puasa kerabat yang telah wafattersebut. Namun, berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak mewajibkan qadha bagiwali. Dengan demikian dalam penelitian ini penulis menelusuri dan menganalisa bagaimanapendapat Imam Abu Hanifah, alasan Imam Abu Hanifah menolak hadist shaheh dari Aisyah,dan dalil apa yang dipakai dalam pendapat tersebut. Penelitian ini berbentuk penelitiankepustakaan (library research) dengan menggunakan kitab Al- Mabsuth dan kitab Bada’i asShana’i, sebagai rujukan primer, dan buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasanpenulis. Hasil yang temukan dalam penelitian ini adalah Abu Hanifah berpendapat bahwaTidak boleh bagi walinya berpuasa atas nama si mayit, alasan kedua bahwa bagi wali hanyaboleh menggantinya dengan memberi makan untuk satu hari satu orang miskin. Dalil yangdigunakan oleh Imam Abu Hanifah adalah hadis Ibnu Abbas dan Aisyah yang berfatwa untukmemberikan makanan kepada orang miskin atau dengan kata lain membayar kafarat. Jadidalam masalah qadha puasa terhadap orang yang meninggal dunia, Abu Hanifahmenggunakan istinbath hukumnya adalah aqwal al-Sahabah (fatwa sahabat)
Copyrights © 2021