Menarik untuk dikemukakan, bahwa al-Syaukani menempatkan ijma' dan qiyas sebagai alternatif dalam pernyataan di atas, sedangkan ia sendiri mengajukan kritik-kritik tajam, terhadap otoritas ijma 'dan qiyas sebagai dalil hukum sebagaimana diakui oleh sebagian kalangan. Dalam pandangannya bahwa ijma' merupakan hasil ijtihad berimplikasi pada penolakannya terhadap kehujjahan ijma', karena baginya menetapkan sesuatu sebagai hujjah syar'iyah (dalil hukum) haruslah didasarkan pada argumen yang meyakinkan, sedangkan argumen-argumen yang menetapkan kehujahan ijma’ dianggap tidak sesuai sasarannya. Sementara tentang qiyas, al-Syaukani hanya dapat menerima qiyas yang illatnya manshushah (tersurat) dalam hukum ashl (pokok). Hal ini berbeda dengan Para ulama mutsbit al-qiyas (pendukung qiyas) atau jumhur Sunni yang menerima keberadaan illat baik manshushah (tersurat) maupun mustanbathah (melalui penalaran).
Copyrights © 2018