Aktivitas illegal logging terjadi karena adanya kerja sama antara masyarakat lokal yang berperan sebagai pelaksana di lapangan dengan para cukong yang bertindak sebagai pemodal yang akan membeli kayu-kayu hasil tebangan masyarakat tersebut, hal ini juga yang dilakukan oleh korporasi PD. Penggergajian Kayu Ratu Cantik dalam membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari Kawasan hutan negara, yaitu Hutan Produksi Lalan Mendis tanpa disertai izin berupa SKSHHK. Permasalahan yang penulis angkat dalam jurnal ini adalah: Pertama, bagaimana pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana pengolahan hasil hutan secara tidak sah? Kedua, apakah penerapan sanksi terhadap korporasi dapat memberikan perlindungan bagi kelestarian Kawasan Hutan Produksi Lalan Mendis studi putusan Nomor 150/Pid.B/LH/2018/PN.Plg? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan metode data primer dan sekunder, yaitu memperjelas analisis dengan data statistik. Adapun hasil penelitian ini disimpulkan bahwa. Pertama, dalam menentukan pertanggungjawaban pidana korporasi, hakim melihat pedoman Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, Pasal 109 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta teori pemidanaan korporasi. Kedua, pemberian sanksi kepada korporasi sangat berdampak pada kelestarian hutan, namun masih banyak korporasi yang tidak taat dan melakukan pelanggaran illegal logging. Kata Kunci: Illegal Logging; Pertanggungjawaban Korporasi; Pidana Korporasi; Sanksi Korporasi.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2022