Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

Delik Penyertaan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Siswantari Pratiwi
BINAMULIA HUKUM Vol 11 No 1 (2022): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v11i1.677

Abstract

Penelitian ini meneliti dan mengkaji tentang penyertaan (deelneming) yang antara lain meliputi bentuk turut serta/terlibatnya seseorang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan suatu perbuatan sehingga terjadinya suatu perbuatan tindak pidana. Delik penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu perbuatan tindak pidana. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif dengan menggunakan sumber bahan hukum sekunder serta menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini, bahwa bentuk-bentuk dari delik penyertaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama, pembuat yang terdiri atas: pelaku (pleger), yang menyuruh lakukan (doenpleger), yang turut serta (madepleger) dan penganjur (uitlokker); kedua, pembantu yang terdiri atas: pembantu pada saat kejahatan dilakukan dan pembantu sebelum kejahatan dilakukan. Sedangkan dalam pemidanaan terhadap delik penyertaan pada suatu tindak pidana ialah sebagai berikut. Pertama sistem yang berasal dari Romawi dan kedua, sistem yang berasal dari parajurist Italia dalam abad pertengahan.
PENERAPAN DIVERSI TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN DAN PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Aprilia Aprilia; Siswantari Pratiwi; Folman P. Ambarita
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.213 KB)

Abstract

Anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa ataupun orang yang belum mencapai usia tertentu yang ditetapkan undang-undang sebagai batasan usia dewasa. Anak yang melakukan tindak pidana wajib diupayakan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dilakukan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Diversi dilakukan dengan syarat bahwa tindak pidana yang dilakukan diancam hukuman di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Upaya diversi yang dilakukan bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak tanpa melalui jalur peradilan pidana serta menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan diversi dalam tindak pidana pengeroyokan dan pencurian yang dilakukan oleh anak pada studi kasus penetapan Nomor 18/Pen.Pid.Sus.Anak/2015/PN.JKT.TIM terlaksana dengan adanya kesepakatan para pihak. Kata Kunci: penerapan diversi, diversi anak di tingkat pengadilan.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEREDARAN UANG PALSU BERDASARKAN PASAL 245 KUHP Sarah Marety Camelia; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.351 KB)

Abstract

Tindak pidana peredaran uang palsu dijadikan sebagai bisnis bahkan hampir ke seluruh Indonesia di mana kita bisa menemukan kejadian tersebut. Tindak pidana peredaran uang palsu dilakukan secara terorganisir dan memiliki jaringan yang cukup luas. Adanya kejahatan peredaran uang palsu tersebut menandakan bahwa kurangnya kesadaran hukum pelaku, maka untuk menyadarkan kesadaran hukum pelaku tersebut haruslah dikenakan sanksi yang mengatur tentang tindak pidana tersebut agar memberikan efek jera kepada pelaku karena tidak menutup kemungkinan bahwa peredaran akan terus terjadi. Pada penelitian ini terdapat 2 yang menjadi rumusan masalah ialah bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu, dan bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menelaah bahan pustaka yang ada dan teknik pengumpulan data yang berupa data statistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang palsu dirasa masih terlalu ringan jika dibandingkan dengan sanksi maksimal yang diatur dalam Pasal 245 KUHP. Kata Kunci: sanksi pidana, peredaran uang palsu.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penyebarluasan Pornografi Tasya Puteri Salote; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.468 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.400

Abstract

Pornografi disajikan secara bebas tanpa batas oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Peredaran pornografi hampir menyentuh di berbagai bidang media masa, seperti koran, majalah, tabloid, film, buku, gambar/foto, bahkan ada pula yang di sebarluaskan secara langsung dengan cara mempertontonkan dikhalayak ramai. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana cara untuk menanggulangi para pelaku tindak pidana penyebaran pornografi dan bagaimana kesesuaian putusan dengan Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menitikberatkan pada studi kasus berupa putusan hakim dalam sebuah perkara, yang kemudian dikaji dengan data kepustakaan berupa undang-undang dan berbagai pendapat para ahli. Setelah dilakukan penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa cara menanggulangi penyebaran pornografi, yakni dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma hukum agama. Selain itu, faktor penanggulangan pornografi adalah dengan peran orang tua yang sangat dibutuhkan dalam membimbing anak, peran masyarakat di sekitar juga sangat penting, dan juga peran dari tokoh-tokoh agama untuk memberikan masukan-masukan rohani kepada anak-anak generasi sekarang.
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Tsulutsiah Nur Rachmi; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.907 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.421

Abstract

Hukum merupakan garda terdepan dalam membatasi pergerakan manusia. Oleh karenanya hukum menjadi sebuah perbincangan yang hangat di masyarakat serta menjadi buah bibir yang tidak pernah larut dalam pandangan masyarakat Indonesia. Hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan dan perkembangan pesat, tentunya hal ini ditandai dengan berkembangnya pembelajaran tentang ilmu hukum di universitas, sekolah-sekolah serta banyaknya lembaga penelitian yang memperkenalkan hukum. Pengetahuan masyarakat tentang hukum semakin berkembang. Seiring berkembangnya hukum di Indonesia, maka meningkat pula kajian-kajian dan penelitian-penelitian tentang hukum yang bertujuan untuk menggali serta terus mencari pandangan-pandangan hukum (perspektif hukum) dan kajian terhadap perundang-undangan yang ada di Indonesia. Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) merupakan sebuah mekanisme dalam menentukan apakah seorang Terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan kesalahannya atas apa yang diperbuatnya atau tidak. Dalam hal dapat atau tidak dipidananya si pembuat pidana, harus memperhatikan unsur persangkaan pasal yang diterapkan. Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan pidana atau melawan hukum, sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang, maka seharusnya pertanggungjawaban itu ditekankan kepadanya sesuai dengan kesalahannya.
Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Pengolahan Hasil Hutan Secara Tidak Sah Muhammad Try Naufal; Siswantari Pratiwi; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 3 No 3 (2021): Krisna Law, Oktober 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.009 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i3.564

Abstract

Aktivitas illegal logging terjadi karena adanya kerja sama antara masyarakat lokal yang berperan sebagai pelaksana di lapangan dengan para cukong yang bertindak sebagai pemodal yang akan membeli kayu-kayu hasil tebangan masyarakat tersebut, hal ini juga yang dilakukan oleh korporasi PD. Penggergajian Kayu Ratu Cantik dalam membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari Kawasan hutan negara, yaitu Hutan Produksi Lalan Mendis tanpa disertai izin berupa SKSHHK. Permasalahan yang penulis angkat dalam jurnal ini adalah: Pertama, bagaimana pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana pengolahan hasil hutan secara tidak sah? Kedua, apakah penerapan sanksi terhadap korporasi dapat memberikan perlindungan bagi kelestarian Kawasan Hutan Produksi Lalan Mendis studi putusan Nomor 150/Pid.B/LH/2018/PN.Plg? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan metode data primer dan sekunder, yaitu memperjelas analisis dengan data statistik. Adapun hasil penelitian ini disimpulkan bahwa. Pertama, dalam menentukan pertanggungjawaban pidana korporasi, hakim melihat pedoman Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, Pasal 109 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta teori pemidanaan korporasi. Kedua, pemberian sanksi kepada korporasi sangat berdampak pada kelestarian hutan, namun masih banyak korporasi yang tidak taat dan melakukan pelanggaran illegal logging. Kata Kunci: Illegal Logging; Pertanggungjawaban Korporasi; Pidana Korporasi; Sanksi Korporasi.
PENERAPAN PASAL 51 AYAT (1) KUHP DALAM MENENTUKAN KESALAHAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIROKRASI: (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 685 K/PID/2005 dan Nomor 1393 K/Pid.Sus/2014) Syafri Donny Sirait; Siswantari Pratiwi; Parbuntian Sinaga
SOSIOEDUKASI Vol 12 No 1 (2023): SOSIOEDUKASI : JURNAL ILMIAH ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
Publisher : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universaitas PGRI Banyuwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36526/sosioedukasi.v12i1.2513

Abstract

This research is motivated by the fact that in recent years, many defendants from Corruption Crime cases have used Article 51 paragraph (1) of the Criminal Code, as evidenced by many Judges in the District Court (first instance) who granted the request, but many were also Supreme Court Judges who annulled it. The problems in this study include (i) What are the provisions of the position order contained in Article 51 paragraph (1) of the Criminal Code that can eliminate errors and accountability for corruption in the bureaucracy? (ii) How is the legal application of the office order in Article 51 paragraph (1) of the Criminal Code in determining the guilt and responsibility of corruption crimes in the Supreme Court Decision No. 685 K/PID/2005 and No. 1393 K/Pid.Sus/2014. This research is a normative research with juridical approach methods and analytical descriptive. The data was come from secondary data, primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary with literature data collection. The method of analysis used is a qualitative analysis. The results of the study First, there are (2) two conditions that must be met in order for an executor of an order to escape the noose, namely subjective conditions and objective conditions. Secondly, in Supreme Court Decision No. 685 K/PID/2005, judges apply the law normatively without judging more deeply and fundamentally, as in Supreme Court Decision No. 1393 K/Pid.Sus/2014, judges are more deeply assessed regarding the condition that a person can be given Article 51 paragraph (1) of the Criminal Code.
Penyelesaian Perkara Anak yang Berkonflik Dengan Hukum (Studi Kasus Putusan Nomor 5/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Jkt.Pst dan Putusan Nomor 24/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Jkt.Brt.) Sugeng Teguh Santoso; Siswantari Pratiwi; Saefullah Saefullah
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.945

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang bentuk perkara anak yang berkonflik dengan hukum dalam perkara putusan Nomor 5/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Jkt.Pst dan Nomor 24/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Jkt.Brt. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif dengan data sekunder dan penelitian pustaka, kemudian data dianalisis secara kualitatif serta mengacu pada konsep doktrinal hukum yang berlaku saat ini. Hasilnya tidak tepat di mana hakim tidak melakukan diversi yang harusnya wajib dilakukan bagi perkara pengadilan pidana anak yang berhadapan dengan hukum untuk mengambil langkah diversi. Untuk melaksanakan proses diversi agar anak dapat menyelesaikan perkara di luar pengadilan yang merupakan perwujudan dari Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak antara lain dengan memperbaiki hambatan penyidik unit perlindungan perempuan dan anak, diantaranya yaitu: tidak semua ABH memiliki status keluarga yang lengkap dan jelas atau bahkan tidak mengetahui keberadaan orang tua dan keluarganya dan belum banyak yang memahami semangat diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, berdampak pada pihak korban yang sering mengajukan ganti rugi melebihi batas kemampuan keluarga anak sebagai pelaku.
Equitable Law Enforcement Against Law Enforcement Officers in Criminal Acts of Corruption Andi Apriyanto; Siswantari Pratiwi; Parbuntian Sinaga
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 4 No 3 (2023): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), June 2023
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56371/jirpl.v4i3.179

Abstract

The pattern of eradicating corruption by punishing perpetrators with severe criminal sanctions and even up to the death penalty must be upheld to prevent acts of corruption. However, in practice, the criminal sanctions given by court judges to perpetrators are still light, even when the perpetrators are law enforcement officials such as the Prosecutor General's Office. The problem is how to consider the judges of the DKI Jakarta High Court Number 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT.Dki and the Decision of the Central Jakarta District Court Number 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst in imposing criminal sanctions by Prosecutor Pinangki and Prosecutor Urip Tri Gunawan? The research method used is normative juridical research using secondary data. The results of the study stated that the consideration of the DKI Jakarta High Court Judge Number 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT.Dki and the Decision of the Central Jakarta District Court Number 11/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst in imposing criminal sanctions that were carried out by Prosecutor Pinangki and Prosecutor Urip Tri Gunawan was based on mitigating and aggravating matters which led to disparities. This is caused by structural factors, substance factors, and cultural factors.
PERLINDUNGAN HUKUM DISKRIMINASI DAN INTOLERANSI MASYARAKAT SERTA PEMDA TERHADAP PENGHAYAT KEPERCAYAAN AKUR SUNDA WIWITAN di CIGUGUR R. Jossy Belgradoputra; Siswantari Pratiwi; Mardani Mardani; Hartono Widodo; Wisnu Nugraha
SIKAMA : Sinergi Akademisi dan Masyarakat Vol 1 No 2 (2023): Jurnal Sikama
Publisher : Lembanga Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61488/sikama.v1i2.7

Abstract

Ajaran Pangeran Madrais Alibassa Koesoema Widjajaningrat yang kemudian dikenal sebagai ajaran Akur Sunda Wiwitan, sepertinya selalu dipandang sebagai suatu momok menakutkan dalam kehidupan beragama di Nusantara ini, khususnya oleh pemeluk agama Islam. Kasus-kasus yang menimpa aliran kepercayaan kebanyakan berhubungan dengan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti dalam pembuatan KTP, perkawinan, pendidikan, dan lainnya. Tahun 2017 lalu, masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur harus melakukan perlawanan terhadap pelaksanaan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Negeri Kuningan. Tahun 2020 lalu, pemerintah daerah setempat melarang pembangunan makam masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan, dengan alasan bahwa pembangunan makam yang berbentuk tugu tersebut tak mengantongi IMB dan dikhawatirkan menjadi tempat pemujaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masih terdapat diskriminasi dan intoleransi terhadap penghayat kepercayaan Akur Sunda Wiwitan dan cara meminimalisirnya, dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris. Diskriminasi dan sikap intoleran terhadap penghayat kepercayaan khususnya Sunda Wiwitan bermula dari sikap pemerintah daerah yang tidak sungguh-sungguh mengakui keberadaan penghayat kepercayaan, dalam hal ini adalah Sunda Wiwitan. Hal tersebut tergambar dari jawaban pemda Kuningan yang menganggap bahwa Sunda Wiwitan masih abu-abu. Sikap pemerintah daerah tersebut bertentangan dengan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945.