Omnibus Law dapat memberikan kepastian hukum dengan mengatur tentang beberapa kluster isu yang saling berkelidan dalam sebuah sistem hukum secara langsung. Metode ini dianggap lebih efektif daripada pembentukan Peraturan Perundang- Undangan secara terpisah yang mungkin akan menimbulkan tumpang tindih maupun inkonsistensi antar regulasi. Berbeda dengan konsep ideal tersebut, Omnibus Law atau Undang- Undang Cipta Kerja yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia kemudian harus dibatalkan secara bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. DPR selaku Lembaga legislative yang bertanggung jawab untuk membentuk Undang- Undang memiliki waktu 2 (dua) tahun guna memperbaiki cacat formil dari UU Cipta Kerja tersebut. Dengan menggunakan jenis penelitian doctrinal serta pendekatan koneptual dan pendekatan perundang- undangan, kajian ini akan menelaah sisi pengadministrasian UU Cipta Kerja sebagai Omnibus Law dengan menggunakan teori 8 Principles of Legality yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller. Analisis tersebut akan memberikan gambaran mengenai kekuatan maupun kelemahan dari UU Cipta Kerja dari segi karakteristik hukum yang baik. Kesadaran akan adanya kelemahan dari segi publikasi yang ada dalam proses pembuatan serta pengimplementasian UU Cipta Kerja dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah ketika memenuhi tenggat waktu perbaikan formil yang disyaratkan oleh MK agar Omnibus Law tersebut dapat tetap berlaku serta memberikan manfaat positif bagi iklim investasi di Indonesia.
Copyrights © 2022