Peraturan Pemerintah 43 tahun 2018 perlindungan hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dimana Penegak Hukum dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan Pemerintah 43 tahun 2018 mengikut sertakan masyarakat sebagai suatu upaya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi untuk itu perlu dikaji sejauh mana diberikan perlindungan peranan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimana kedudukan dari masyarakat dalam proses penyelesaian tindak pidana korupsi.Penelitian menggunakan jenis penelitan normatif dengan metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan memperoleh data-data sekunder. Data-data yang diperoleh dianalisa dengan menyederhanakan berbagai data untuk menjawab semua permasalahan dalam penelitian dan memberikan kesimpulan.Tinjauan pustka dalam penelitian ini menguraikantinjau tindak pidana korupsi yang mana terbagi atas pengertian tindak pidana korupsi, tindak pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, masyarakat sebagai tindak pidana korupsi, juga mengungkap kebijakan pemberontakan korupsi, hukum terkait lembaga donor tindak pidana korupsi.Hasil penelitan dan pembahasan ditemukan bahwa dalam kedudukan masyarakat sebagai pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi atas laporan perkara tindak pidana korupsi dapat diketahui masyarakat sebagai pengawas, sebagai korban tidak langsung atas tindak pidana korupsi dan sebagai pelapor dalam membantu penegakan hukum tindak pidana korupsi. Pengawasan merupakan suatu tindakan perfentif yang dilakukan oleh masyarakat yang dimuali dari diri sendiri dengan memiliki sikap dan budaya anti korupsi. Oleh karena masyarakat sebagai korban tidak langsung dalam tindak pidana tidak diberikan tindakan prediktif terhadap bentuk penanggulangan resiko. Pemberian perlindungan hukum dengan Perlindungan perfentif terhadap pelapor tindak pidana korupsi tidak diberikan secara jelas. Perlindungan hukum yang ditawarkan masih bersifat abstrak karena masih adanya tebang pilih terhadap pemberian perlindungan bagi pelapor tindak pidana dimana terlihat pemberian perlindungan masih tergantung dari kebijakan LPSK dengan menilai layak atau tidak diberikan perlindungan kepada pelapor tindak pidana. Oleh karena pelindungan dengan perfentif masih bersifat abstrak berpengaruh terhadap perlindungan represif yang bersifat abstrak pula.
Copyrights © 2019