Bank sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dalam memberikan kredit harus memperhatikan aturanaturan yang diberlakukan Bank Indonesia, dan juga wajib memperhatikan keabsahan perjanjian kredit, dan pengikatan benda jaminan kredit. Ketidaksahan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan akan menimbulkan kerugian bagi kreditur maupun debitur, dimana suatu perjanjian kredit baru dapat dinyatakan tidak sah apabila sudah diputus pengadilan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam pada itu tentunya kreditur maupun debitur akan mengeluarkan biaya misalnya biaya pengadilan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai aturan-aturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan prinsip-psinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, keabsahan suatu perjanjian kredit, dan benda-benda yang dapat menjadi jaminan kredit. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui perbandingan hukum perjanjian kredit bank antara Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Untuk mengetahui pengaturan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit bank ketika terjadi wanprestasi.Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dan bersifat deskriptif yaitu dengan menelaah undang-undang dan regulasi-regulasi lain yang merupakan hukum positif tertulis yang berkaitan dengan perjanjian kredit bank.Berdasarkan hasil penelitian ada aturan-aturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit yang wajib dipenuhi oleh suatu bank ketika akan memberikan kredit. Disamping itu perjanjian kredit harus memenuhi syarat-syarat keabsahan perjanjian yang ditentukan Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Dan karena kredit memiliki resiko, bank meminta jaminan dari nasabah debitur, untuk pelunasan kredit apabila nasabah debitur wanprestasi.
Copyrights © 2019