Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 menegaskanbahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan. Oleh karena itupendidikan harus diberikan kepada setiap orang tanpa melihat perbedaansuku, keadaan sosial, letak geografis (keterpencilan) tempat tinggal,agama, politik dan perbedaan kondisi fisik dan mental. Hal tersebutmerupakan gambaran bahwa setiap anak memiliki kesempatan samadalam memperoleh pendidikan. Keberhasilan pendidikan di Indonesiasecara umum mengacu kepada dua hal, yaitu proses belajar mengajardan hasil yang akan diukur dari kompetensi. Sehingga dibutuhkanalat-alat pendidikan untuk dapat menjadikan proses belajar mengajartersebut berhasil, baik alat pendidik berupa tenaga manusia maupun nonmanusia. Akan tetapi justru terjadi kesenjangan antara pendidikan dikota dan di desa bahkan di pinggiran desa. Salah satu contohnya adalahpendidikan anak-anak petani tambak di pinggiran kota sidoarjo. Janganjanganhanya mitos pernyataan bahwa sekolah membuka kesempatanyang sama kepada semua anak. Sedangkan kenyataan di lapanganjustru terjadi reproduksi kesenjangan sosial melalui sekolah. Apakahsistem pendidikan di sekolah lebih menguntungkan peserta didik darikelas sosial atas? Bagaimana gambaran pendidikan anak-anak petanitambak di pinggiran Sidoarjo? Pendidikan anak-anak petani tambak diDusun Kali Alo Sidoarjo jauh dari kata layak. Bahkan tempat merekabelajar pun masih tergolong dari kata nyaman bagi peserta didik untukmenimba ilmu. Keadaan tersebut menjadi lebih parah, karena minimsekali fasilitas pendidikan dalam menunjang keberhasilan pembelajarandi sekolah, jauh sekali keadaan sekolah tersebut dari sekolah-sekolah dikota. Padahal pada jenjang dasar tersebutlah, waktu bagi anak mengasahketerampilan kognitif, afektif dan psikomotorik dalam diri mereka. Kenyataan ini membenarkan kritik Pierre Bourdieu yang menyatakanbahwa sekolah hanya menjadi lembaga reproduksi kesenjangan sosial(Bourdieu dalam Haryatmoko, 2010). Menurut Bourdieu, Kesenjangansosial dalam pendidikan sangat terasa terutama ketika membandingkankesempatan untuk masuk perguruan tinggi bagi peserta didik dari kelasatas kemungkinannya 80 %, sedangkan mereka yang berasal dari petanidan buruh hanya 40% (Bourdieu dan Passeron dalam Haryatmoko ,2010: 175).
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2014