Otonomi daerah memiliki perubahan fundamental pada sistem birokrasi pemerintahan antara pusat dan daerah, sekaligus juga perubahan pada sistem politik.Pemilihan kepala daerah langsung merupakan konskwensi logis ketika daerah diberi kewenangan dan kekuasaan besar dalam mengelola daerahnya masing-masing. Dengan kondisi seperti ini, konstelasi politik daerah akan meningkat sebagai jalanmemperebutkan kekuasaan daerah yang sudah sangat otonom. Peningkatan konstelasi politik daerah sebagai bagian implementasi otonomi daerah memiliki implikasi negatif terhadap jalannya roda pemerintahan daerah atau sistem birokrasi di daerah. Implikasi negatif ini menyangkut keterlibatan birokrasi dan birokrat dalam politik praktis. Artikel ini akan menyoroti mengenai dampak pelaksanaan otonomi daerah, yakni keterlibatan birokrasi dan para birokrat dalam konstelasi politik lokal. Gejala ini sangatlah umum dan terlihat vulgar pada setiap kontestasi politik di daerah, Pemilukada Provinsi, Kota dan Kabupaten. Sistem otonomi daerah ternyata melahirkan fenomena yang disebut dengan patologi politik, dimana ruang-ruang birokrasi yang seharusnya netral, fokus terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai pelayan publik “dipaksa” masuk dalam ranah politik. logika keterlibatan birokrasi dan para birokratnya kedalam politik praktis merupakan jaringan komplek antara elit politik lokal dan para pejabatbirokrasi. Jaringan kompleks ini sebagai sebab akibat atau konskwensi logis dari implementasi otonomi daerah yang harus diurai.
Copyrights © 2013