Lisensi frekuensi 3.3 GHz dan Bandwidth (BW) 12.5 MHz sudah mulai diberlakukan dan diberikan kepada beberapa perusahaan. Salah satu pemegang lisensi tersebut adalah sebuah perusahaan telekomunikasi yang berlokasi di Bandung dan Jakarta. Frekuensi 3.3 GHz ini, dalam peta pergelaran layanan telekomunikasi 5G, termasuk kandidat frekuensi kerja kelas medium yang digadang-gadang bakal dilelang pemerintah untuk menjadi frekuensi kerja pergelaran 5G. Beberapa perusahaan berkepentingan untuk mengidentifikasi pemanfaatan lisensi 3.3 GHz dan BW 12.5 MHz di luar pergelaran stand-alone layanan telekomunikasi broadband berbasis teknologi 5G. Identifikasi dan studi awal menunjukkan, ada dua layanan yang berpotensi digelar dengan memanfaatkan range frekuensi dan BW tesebut, yaitu layanan jaringan sensor gempa dan Video on Demand (VoD) di DKI Jakarta. Untuk memastikan kelayakan pergelaran dua layanan ini dengan berbasis pada teknologi yang dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi tersebut, perlu kajian lebih lanjut dengan menganalisisnya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek keuangan. Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan analisis tekno ekonomi. Kebaruan dalam penelitian ini adalah implementasi teknologi baru 5G berlisensi frekuensi 3.3 GHz dan bandwidth 12.5 MHz pada kasus yang baru yaitu jaringan sensor gempa dibandingkan dengan layanan lainnya yaitu video on demand. Proses selanjutnya adalah komparasi parameter kelayakan pergelaran (NPV, IRR, dan Payback Period) berbasis hasil kajian terhadap dua layanan dapat dilakukan untuk menentukan kandidat layanan yang menjadi prioritas untuk diselenggarakan oleh perusahaan telekomunikasi tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa dari segi aspek operasional dan finansial, proyek sensor gempa akan lebih menguntungkan bagi perusahaan karena effort yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2022