Abstrak : Menurut Pasal 36 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), menyebutkan bahwa kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan. Berdasarkan Pasal tersebut maka selama tidak diperjanjikan lain seharusnya hak-hak yang terdapat didalam karya arsitektur tetap berada pada arsitek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Pasal 36 UUHC terhadap arsitek yang menghasilkan karya arsitektur di Banda Aceh, hambatan dalam pelaksanaan Pasal 36 UUHC dan bentuk pelindungi bagi arsitek yang telah menghasilkan karya arsitektur. Metode yang dipergunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pasal 36 UUHC tidak dilaksanakan dalam hubungan kerja antara arsitek dan pengguna jasa arsitek, sehingga pengguna jasa arsitek bebas melakukan apapun atas karya arsitektur tersebut seperti diperbanyak, diubah atau bahkan dijual tanpa memberi tahu penciptanya. Hambatan dalam pelaksanaan Pasal 36 UUHC disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan sosialiasi UUHC terhadap arsitek dan pengguna jasa arsitek serta pola pikir pengguna jasa arsitek yang beranggapan apabila telah dibayar maka karya arsitektur tersebut beralih langsung ke pengguna jasa. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh UUHC yaitu upaya preventif dan represif, namun yang terjadi di Wilayah Banda Aceh, tidak ada satupun arsitek yang melaporkan pelanggaran yang terjadi atas karya arsitektur yang telah diciptakan. Hal ini mengakibatkan tidak adanya tindakan hukum yang kongkret dari penegak hukum. Saran dari peneliti kepada arsitek, konsultan arsitek dan pengguna jasa arsitek seharusnya lebih mempelajari secara mendalam setiap ketentuan yang terdapat didalam Undang-Undang Hak cipta agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan arsitek.Kata Kunci : Hak Cipta, Karya Arsitektur, Perlindungan
Copyrights © 2021