Dalam situasi hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Hukum Pidana,dimana bersifat elitis, maka apabila penerapan hukum perundang-undangan dilakukandengan menggunakan konsep hukum sebagaimana yang dipahami dalam tradisiberpikir legal-positivism; yang memandang hukum hanya sebatas pada lingkaranperaturan perundang-undangan dan yang melakukan pemaknaan perundang-undangansecara formal-tekstual; dengan mengabaikan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, makayang akan terjadi adalah hukum yang mengabdi kepada kepentingan elit, bukan kepadakepentingan masyarakat luas, sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan akansemakin jauh dari apa yang diharapkan. Rekonstruksi analogi dalam hukum pidana diIndonesia untuk masa yang akan datang sangatlah diperlukan sebagai upaya untukmemperbaharui hukum pidana di Indonesia melalui pendekatan hukum progresif, yaknidengan cara dari atribut-atribut yang melekat, yang mengutamakan penjatuhan sanksipidana, terutama pidana yang merampas kemerdekaan seseorang sebagai ultimumremidium, yang mengutamakan pula manusia itu diatas hukum, dan bukan sebaliknya.Hukum hanya sebagai sarana untuk menjamin dan menjaga berbagai kebutuhanmanusia. Hukum tidak lagi dipandang sebagai dokumen yang absolut dan ada secaraotonom. Hukum progresif yang bertumpu pada manusia, membawa konsekuensipentingnya kreativitas. Kreativitas dalam konteks penegakan hukum selaindimaksudkan untuk mengatasi ketertinggalan hukum, ketimpangan hukum, jugadimaksudkan untuk membuat terobosan-terobosan hukum bila perlu melakukan rulebreaking. Terobosan-terobosan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan kemanusiaanmelalui bekerjanya hukum, yaitu hukum yang membuat bahagia.
Copyrights © 2018