Artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang diskriminasi yang dirasakan oleh masyarakat dalam penegakkan hukum, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode normatif. Krisis yang terjadi dalam penegakkan hukum khususnya dalam terciptanya keadilan disebabkan paradigma aparatur penegak hukum masih dengan paradigma lama yang semata-mata mengedepankan aspek kepastian hukum yang terdapat dalam teks ang bersifat kaku dengan mengabaikan aspek keadalan dan kemanfaatan. Artinya Aparatur penegak hukum terutama yang berhubungan langsung dengan pengadilan, lebih memperhatikan peraturan dan prosedur sehingga keadilan terpinggirkan. Aparatur penegakkan hukum khususnya hakim terpaku dengan paradigm rule making yang hanya menerapkan undang-undang semata dan bukan pada manfaatnya. Kurang berani untuk menerapkan paradigma rule breaking atau menerapkan hukum progresif sebagai salah satu solusi alternative dalam mengurangi rasa ketidak adilan dan terutama kemanusiaan. Aparatur penagakkan hukum masih belum sepenuhnya memahami bahwa tujuan final dalam penegakkan hukum yang berkeadilan adalah hukum untuk terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Copyrights © 2021