Penerapan aturan hukum atas azas contradictorie delimitatie dalam pendaftaran tanah sudah memadai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.Inti dari sahnya perjanjian penetapan batas tanah adalah kesepakatan. Perjanjian bagi para pihak harus kehendak yang bebas dari cacat kehendak (wilsgebrek); yakni "dwaling" (kesesatan, kekeliruan, kekhilafan), "dwang" (tekanan, paksaan) dan "bedrog" (penipuan). Sebaliknya, bila terjadi gugatan mengenai perjanjian kebijaksanaan (kewenangan) yang dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hal yang digugat adalah; (1) isi perjanjian; (2) asas kepercayaan (het vertrouwensbeginsel), asas kejujuran atau asas permainan yang layak (fair play) dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Alasan gugatan adalah keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf adalam kaitannya dengan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009.Gugatan tersebut menjadi kompetensi hakim tata usaha negara karena berkaitan dengan kewenangan publiknya untuk melaksanakan penetapan batas tanah dan kewenangan pemerintahannya dengan menerbitkan besluit (keputusan tata usaha negara) berupa sertipikat. Kata kunci: azas contradictoire delimitatie, pendaftaran tanah, akibat hukumnya
Copyrights © 2015