Selama ini masalah bermadzhab dan talfîq masih belum jelas statusnya; apakah ada talfîq (dalam diskursus hukum Islam) ataukah tidak. Sebagian kalangan menganggap talfîq bagi orang yang mengambil pendapat dari banyak ulama dalam satu masalah kemudian meramunya. Ada pula kalangan lain yang mengatakan hal itu tidak dianggap talfîq. Lalu pertanyaannya; bagaimana sebenarnya masalah bermadzhab dalam fiqh dan talfîq ini? Apakah ia benar-benar ada dalam hukum Islam? Tulisan ini mengupas tentang hukum bermadzhab dan talfîq antarmadzhab. Pembahasan ini penting untuk memperjelas status hukum bermadzhab dan talfîq dalam hukum Islam, sehingga tidak membingungkan masyarakat. Selain itu masyarakat akan mempunyai pegangan yang jelas dalam bermadzhab dan bertalfîq. Kajian ini berdasarkan kajian kepustakaan dengan pendekatan ushul fiqh. Berdasarkan kajian penulis, dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai kemampuan berijtihad untuk menememukan hukum tidak   diperkenankan bermadzhab atau mengikuti mujtahid tertentu pada tataran produk, pada tataran Fiqh atau bertaqlid. Bermadzhab pada tataran produk diperbolehkan,  bahkan  diharuskan  hanya  terbatas  untuk orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk melaksanakan ijtihad. Mengenai  talfîq, hal  ini  perbolehkan  apabila dalam situsi dan kondisi tertentu yang menuntut seseorang untuk menggabungkan dua madzhab atau pendapat ulama atau lebih. Talfîq diperbolehkan dengan bersyarat.Kata kunci : Bermadzhab, Talfîq, Fiqh dan Hukum
Copyrights © 2014