Sudah lazim diketahui bahwa dalam hukum Islam berlaku adagium “perubahan suatu hukum disebabkan karena dinamika permasalahan umat dalam masa dan kondisi tertentu.” Sehingga mendesak para cendekiawan muslim untuk berikhtiar melalui pintu ijtihad. Salah satu produk ijtihad tersebut yaitu dalam kajian hukum Islam-sosial. Tulisan berikut mencoba meneliti problem aktual dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia. Hak nafkah cerai gugat yang merupakan salah satu objek kajian hukum perkawinan Islam kontemporer misalnya perlu adanya payung hukum yang jelas disamping isu kesetaraan jender, sempitnya akses keadilan bagi perempuan, hingga sensitivitas hakim yang dalam putusannya belum merepresentasikan rasa keadilan formal dan/atau substansial. Adapun masalah yang dirumuskan yaitu bagaimana kontekstualisasi nafkah cerai gugat ditinjau dari perspektif hukum Islam-sosial. Penelitian ini termasuk pada penelitian kualitatif dengan sifatnya deskriptif-analitik. Pisau analisisnya menggunakan pendekatan terpadu hukum Islam-sosial yang diintrodusir teorinya oleh Louay Safi. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah bahwasannya yang dimaksud dengan hukum Islam-sosial bukan sebuah pendekatan yang mencampuradukkan secara eklektik antara teori Islam (normatif-tekstual) dan teori barat (sosial-empiris). Keduanya justru diintegrasikan menjadi hukum Islam-sosial terpadu agar tedas makna dengan penekanan pada ilmu sosial kemanusiaan (humaniora) secara umum. Selanjutnya untuk menjawab masalah hak nafkah cerai gugat, hakim dituntut untuk memberikan suatu pertimbangan atas kekosongan hukum yang terjadi. Adalah SEMA No. 03 Tahun 2018 Hasil Pleno Kamar Agama, yang diakomodir Perma Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan hukum, memutuskan, bahwa isteri dalam perkara cerai gugat mendapatkan hak nafkahnya sepanjang tidak nusyuz. Kata kunci: hukum Islam-sosial, nafkah, cerai gugat
Copyrights © 2020