Sistem hukum pidana di Indonesia mengatur bahwa pertanggungjawaban pidana partai politik yang melakukan tindakpidana dapat dikenakan kepada korporasi, pengurus, atau pengurus sekaligus korporasinya. Dalam praktik tindak pidana pemilihan umum (pemilu), hingga saat ini belum ada partai politik yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sebagai korporasi, kecuali terhadap politisi atau pengurusnya. Praktik ini dinilai belum cukup mencerminkan nilai-nilai keadilan dalam upaya penyelesaian pelanggaran pemilu, karena partai politik juga berpotensidapat menikmati keuntungan dari terjadinya tindak pidana pemilu. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yakni dilakukan dengan cara mengkaji atau menganalisis data sekunder berupa bahan hukum, terutama bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam mempertanggungjawabkan partai politik secara pidana,diantaranya pertarungan ideologis antara kepentingan hukum pidana melawan politik, distorsi penegakan hukum melaluipembentukan undang-undang, hingga kooptasi partai politik terhadap institusi penegak hukum. Oleh karena itu, diperlukankebijakan hukum pidana dalam upaya untuk mempertanggungjawabkan pidana partai politik sebagai subjek delik (korporasi/badan hukum) dalam tindak pidana pemilu kedepan.
Copyrights © 2021